Jakarta (ANTARA) - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menyatakan peran konstruktif masyarakat dibutuhkan dalam menjaga supremasi sipil.
"Supremasi sipil adalah tantangan nyata Indonesia pascareformasi. Situasi saat ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh organisasi masyarakat, LSM, dan seluruh kelompok sipil untuk terus mengonsolidasikan dan menggaungkan pentingnya prinsip ini dalam setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Sekretaris Jenderal DPP GMNI Patra Dewa saat diskusi kebangsaan bertajuk "Merawat Demokrasi Indonesia: Menegaskan Supremasi Sipil Melalui Peran Konstruktif Masyarakat" di Jakarta, Kamis.
Patra dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa sebagai organisasi kader dan organisasi perjuangan, GMNI selalu berkomitmen untuk mewujudkan supremasi sipil.
Lebih lanjut, ia mengatakan diskusi itu memperkuat wacana dan komitmen terhadap prinsip supremasi sipil dalam tatanan demokrasi Indonesia. Selain itu, juga menegaskan konsistensi GMNI sebagai organisasi kader dan perjuangan dalam mewujudkan supremasi sipil.
"Diskusi hari ini adalah wadah untuk memperdalam diskursus dan menyatukan langkah strategis untuk memperkuat pilar demokrasi kita," ujar Patra.
Ia menekankan bahwa supremasi sipil merupakan benteng penting untuk mencegah munculnya kepemimpinan yang otoriter dan menjaga kedaulatan sepenuhnya di tangan rakyat. Ia melihat, pascareformasi, prinsip tersebut masih menghadapi tantangan yang membutuhkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi yang hadir sebagai narasumber diskusi itu menekankan pentingnya relasi sipil dan militer yang berkualitas dan kolaboratif.
Baca juga: Anggota DPR ingin GMNI jadi organisasi pelopor persatuan nasional
"Kita tidak hanya mendambakan relasi sipil-militer yang baik, setara, dan berkualitas, tetapi juga menginginkan relasi sipil-militer yang kolaboratif," ucapnya.
Menurut Fahmi, ada empat syarat agar kolaborasi tersebut bisa berjalan dengan baik. Pertama, pemimpin sipil yang memiliki kapasitas dan berintegritas.
Kedua, militer yang profesional dan tak berpolitik praktis. Ketiga, akuntabilitas juga harus berjalan.
"DPR, masyarakat sipil, media itu punya peran penting sebagai pengawas," tuturnya.
Keempat, partisipasi publik juga harus diperkuat. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat bisa terlibat melalui kontrol sosial, advokasi, dan literasi publik.
"Dengan syarat-syarat ini, kita tidak hanya mencegah militer kembali ke politik, tetapi juga memastikan sipil dan militer sama-sama kuat, saling melengkapi, saling menjaga," ujar Fahmi.
Fahmi meminta GMNI sebagai organisasi mahasiswa, menjadi jembatan antara sipil dan militer dalam konteks supremasi sipil.
Baca juga: DPP PA GMNI: Tegakkan keadilan, dengar suara rakyat
"GMNI sebagai organisasi kemahasiswaan yang punya jargon pejuang-pemikir, pemikiran-pejuang, sebenarnya sangat potensial jadi hub, jadi jembatan untuk mempertemukan relasi sipil dan militer yang sehat yang kolaboratif," katanya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.