Jakarta (ANTARA) - CEO dan Founder Finetiks Cameron Goh membagikan sejumlah strategi menabung yang dapat diterapkan masyarakat Indonesia di tengah menghadapi gejolak ekonomi global.
Ia mengajak masyarakat untuk mengubah cara pandang menabung yang bukan sekadar menyisihkan uang tetapi mengelola uang dengan strategi cerdas agar tetap tumbuh meski meski dunia sedang tidak pasti. Sebagai langkah strategi awal, masyarakat dapat terlebih dahulu menetapkan fokus pada kebutuhan utama.
“Dengan harga barang impor yang semakin mahal, utamakan pengeluaran untuk hal-hal yang benar-benar penting dan tunda pembelian barang mewah yang kurang mendesak,” kata Cameron dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selanjutnya, masyarakat dapat menyiapkan dana cadangan. Ia mengingatkan bahwa menabung merupakan kunci untuk menjaga kestabilan keuangan di masa yang tidak menentu.
Langkah terakhir, pilih cara menabung yang menguntungkan. Dalam hal ini, Cameron mengimbau masyarakat untuk mencari opsi tabungan dengan imbal hasil tinggi dan fleksibilitas yang memudahkan.
Baru-baru ini, Warren Buffett kembali menjadi perhatian publik setelah Bloomberg Billionaires Index melaporkan bahwa ia merupakan satu-satunya individu di antara jajaran orang terkaya dunia yang mencatat peningkatan kekayaan bersih sepanjang tahun 2025.
Hal ini terjadi di tengah kondisi pasar saham global yang mengalami penurunan sebesar 10-20 persen sejak awal tahun.
Secara historis, Buffett dikenal memilih strategi menyimpan cadangan kas dalam jumlah besar saat terjadi resesi atau krisis keuangan.
Buffett menunggu momentum yang tepat untuk bertindak. Pendekatan ini, catat Finetiks, kembali membuktikan ketangguhannya di tengah gejolak ekonomi global.
“Holding cash saat pasar panik bukan berarti takut ambil risiko, justru itulah strategi jangka panjang yang membuat Buffett semakin kaya ketika orang lain terpuruk. Momen seperti sekarang adalah pengingat penting bahwa cash is not passive, it’s strategy,” ujar Cameron.
Adapun mengenai gejolak ekonomi global, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (9/4) waktu setempat telah mengumumkan penundaan kebijakan tarif impor hingga 90 hari ke berbagai mitra dagang, kecuali untuk China dengan tarif impor yang tetap meningkat menjadi 125 persen.
Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena tarif resiprokal dengan besaran 32 persen. Dengan penundaan ini maka beberapa negara termasuk Indonesia sementara hanya akan dikenakan tarif dasar 10 persen.
Merespons kondisi tersebut, Cameron menyatakan keprihatinannya atas gejolak ekonomi dunia yang terjadi.
Ia menyebutkan AS merupakan salah satu pasar ekspor terbesar bagi Indonesia dengan nilai ekspor mencapai 28,1 miliar dolar AS pada 2024.
Apabila tarif impor ditetapkan tinggi untuk Indonesia, imbuh Cameron, maka produk Indonesia akan menjadi lebih mahal bagi konsumen Amerika yang berpotensi menurunkan permintaan dan berdampak negatif pada para eksportir Indonesia.
Finetiks mencatat bahwa efek kebijakan tarif Trump tersebut langsung terasa di dalam negeri, di mana rupiah terus melemah hingga menyentuh angka Rp16.750 per dolar AS serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 9 persen pada perdagangan 8 April lalu yang diikuti dengan trading halt.
"Kombinasi potensi tarif tinggi, pelemahan mata uang, dan penurunan pasar saham menunjukkan ketidakpastian global sedang nyata di depan mata. Ini saatnya kita, sebagai masyarakat, bersikap lebih bijak dalam mengelola keuangan," kata Cameron.
Baca juga: Emas laris, analis ingatkan idealnya 30 persen portofolio investasi
Baca juga: IHSG naik 5,02 persen, analis imbau beli saham "undervalued"
Baca juga: Analis: Intervensi BI bikin kurs rupiah kembali stabil
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025