Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) menyebut keputusan mengevakuasi menggunakan helikopter harus disesuaikan dengan situasi korban kala itu.
“Evakuasi korban itu sebenarnya tergantung beberapa hal. Itu bisa, sebenarnya tergantung akses,” kata Anggota PABOI sekaligus Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Subspesialis Ortopedi Tulang Belakang dr. Andra Hendrianto, Sp.OT(K) usai menghadiri konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Andra mengatakan akses menjadi hal pertama yang akan dipertimbangkan oleh tim penyelamat. Selama akses jalan untuk melakukan evakuasi baik, tim hanya perlu menggunakan ambulans.
Baca juga: Kemenpar perkuat koordinasi untuk siapkan rescue center di gunung
Sebaliknya, jika korban dalam keadaan kritis seperti kehilangan banyak darah lebih dari 40 persen tubuhnya, maka tim perlu segera memberikan transfusi dengan cepat.
Hal berikutnya yang menjadi pertimbangan adalah kondisi pasien. Misalnya pasien mengalami kecelakaan atau patah tulang.
Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu mengatakan tim penyelamat sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan moda transportasi yang digunakan, tetapi juga memperhatikan pedoman pertolongan pertama.
Baca juga: Jalur pendakian Pelawangan-Danau Segara Anak TNGR ditutup sementara
"Dokter di Indonesia itu harus menjalani apa yang namanya ATLS atau Advanced Trauma Life Support. Jadi dalam kasus trauma ini (bisa terjadi) baik itu trauma di dada, di perut, di panggul, di tulang, kepala, dan sebagainya," ucap dia.
Jika kondisinya hanya satu pasien yang mengalami kondisi serius, maka harus segera dilarikan ke rumah sakit. Namun, jika kecelakaan memakan banyak korban maka semuanya pun juga harus dibawa dengan catatan dokter akan menerapkan protokol triase.
Triase adalah sistem pemilahan pasien yang dilakukan oleh tenaga medis berdasarkan tingkat keparahan kondisi untuk menentukan pihak mana yang menjadi prioritas penanganan.
Baca juga: Kemenpar: Evakuasi WNA asal Swiss di Rinjani berjalan aman dan cepat
Pemilahan menggunakan warna yang memiliki arti masing-masing. Warna hitam menandakan pasien telah meninggal dunia, merah dalam kondisi kritis, kuning berarti waspada dan hijau artinya aman.
Warna hijau diberikan jika kondisi pasien terpantau aman dalam durasi waktu tunggu selama enam jam, warna kuning jika pasien masih kritis setelah dua jam dan merah atau darurat selama satu jam.
"Triase itulah yang menentukan siapa yang mendapatkan prioritas layanan. Bukan siapa yang datang duluan, bukan siapa yang bayarnya lebih besar. Jadi memang ada protokolnya," tambahnya.
Andra juga menyatakan bahwa protokol di rumah sakit dapat berbeda-beda. Semua penanganan diberikan tergantung dari volume pelayanan, fasilitas dan dokter yang dimiliki.
Baca juga: Pendaki Belanda terjatuh di Rinjani berhasil dievakuasi helikopter
Baca juga: Pelatihan bantuan dasar hidup perlu bagi pemandu gunung
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.