Ekonom: Tarif resiprokal AS tak miliki basis ekonomi yang jelas

6 days ago 8

Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menilai kebijakan tarif resiprokal (Reciprocal Tariff) Amerika Serikat (AS) tak memiliki basis ekonomi yang jelas.

“Cara mereka menentukan reciprocal tariff yang dikenakan kepada negara-negara, perhitungannya itu tidak memiliki satu basis ekonomi yang jelas,” ucapnya dalam Diskusi Publik “Waspada Genderang Perang Dagang” yang diadakan oleh Indef di Jakarta, Jumat.

Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.

Menurut dia, pengenaan kebijakan tersebut berdasarkan perhitungan pemerintah AS bahwa Indonesia menerapkan tarif sebesar 64 persen terhadap produk Amerika yang diekspor ke Tanah Air. Padahal, tarif yang diberikan oleh Indonesia terhadap barang Amerika hanya sekitar 8-9 persen.

Fadhil menerangkan, bahwa dasar perhitungan pemerintah Amerika sehingga memberikan tarif 32 persen mengacu jumlah defisit perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan AS sebesar 16,8 miliar dolar AS. Artinya, surplus Indonesia sebesar 16,8 miliar dolar AS kemudian dibagi dengan total impor Amerika dari Indonesia sekitar 28 miliar dolar AS.

“Jadi, mereka menghitung kemudian bahwa tarif yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia terhadap produk Amerika itu adalah 16,8 miliar dibagi dengan 28 sekian miliar, maka ketemulah 64 persen itu. 64 persen itulah kemudian mereka anggap sebagai tarif yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia kepada produk Amerika,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah di bawah Presiden AS Donald Trump juga menganggap tarif sebesar 64 persen itu termasuk currency manipulation dan non-trade barriers (NTB) yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia. Padahal, menghitung NTB sangat susah.

Kalangan ekonom di Amerika sendiri dinyatakan juga banyak “menertawakan” metode atau formula penghitungan tarif resiprokal. Salah satunya seorang profesor dari University of Michigan mengatakan sebaiknya ekonom yang bekerja untuk Trump pensiun karena telah melakukan perhitungan tarif tanpa argumen atau formula yang secara ekonomi bisa dipertanggungjawabkan.

“Jadi, saya kira hampir semua sepakat bahwa perhitungan yang dilakukan itu sangat membingungkan dan tidak memiliki suatu argumen yang jelas, tetapi itulah yang dilakukan oleh pemerintah Amerika, dan itu berlaku untuk semua negara,” kata Fadhil.

Baca juga: Ekonom nilai respons Indonesia terhadap tarif resiprokal AS sudah baik

Baca juga: RI-Malaysia berkoordinasi guna respons kebijakan tarif resiprokal AS

Baca juga: Komisi XI yakini tim ekonomi Prabowo mampu redam guncangan tarif Trump

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |