Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menilai deretan kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter di berbagai wilayah yang memicu kemarahan publik merupakan cermin kegagalan pengawasan kode etik dan moral dunia medis.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, Edy menyebutkan perbuatan tersebut tindakan paling tercela yang mencoreng profesi kedokteran. Dia mengapresiasi langkah cepat aparat penegak hukum, karena kasus ini telah masuk ke ranah pidana.
Dia menjelaskan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah memberikan kerangka kerja yang jelas untuk menciptakan ekosistem pelayanan kesehatan yang bermartabat. Dalam UU tersebut, katanya, telah dirancang sistem pendidikan, standar layanan, hingga mekanisme pengawasan etik dan kompetensi profesi secara terintegrasi.
“Dalam UU Kesehatan yang baru, konsil kesehatan, majelis etik, dan majelis disiplin, kini berada langsung di bawah negara, bukan lagi hanya di bawah organisasi profesi. Harapannya, ini menjadi alat kontrol yang efektif untuk menjaga standar moral dan kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Edy.
Baca juga: KPPPA: Dua korban laporkan pelecehan seksual dokter kandungan di Garut
Legislator itu juga menyoroti peran pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur perizinan pelayanan kesehatan.
Selain itu ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU 17 tahun 2023.
Edy menilai para pemangku kepentingan ini seharusnya bisa menjaga moral, etik, dan kompetensi dokter. Namun kasus-kasus tersebut masih saja terjadi. Dia pun mengkritisi respons lamban dari para pemangku kepentingan di sektor kesehatan yang baru bertindak setelah kasus mencuat ke publik.
Dia mencontohkan pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang baru dilakukan setelah kasus viral. Edy menilai hal ini sebagai bukti lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan etik yang seharusnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran sejak awal.
Baca juga: KemenPPPA dalami pelecehan seksual ibu hamil oleh dokter obgyn di Garut
“Komisi IX DPR RI mendorong agar institusi pendidikan, kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, organisasi profesi, dan pemerintah bersinergi serta membangun sistem koordinasi yang kuat. Jangan sampai fungsi pengawasan hanya menjadi formalitas tanpa substansi,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, pihaknya berencana memanggil Kemenkes untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem kesehatan nasional yang dinilai belum berjalan secara efektif.
“Masyarakat telah menyerahkan hidup dan matinya kepada dokter. Sudah semestinya kepercayaan sebesar itu dibalas dengan tanggung jawab moral yang tinggi dan kompetensi yang mumpuni,” ujarnya.
Menurutnya, jika seseorang telah melanggar hukum hampir bisa dipastikan ia juga telah melanggar kode etik dan moral profesinya.
Baca juga: Anggota DPR minta perketat pengawasan tugas dokter
Baca juga: Menteri PPPA kawal proses hukum kekerasan seksual oleh dokter PPDS
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025