Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Dosen Komunikasi Politik Universitas Brawijaya (UB) Verdy Firmantoro mengingatkan kepada seluruh pejabat publik agar mengedepankan penggunaan narasi yang bersifat inklusif ketika menjawab kritik dari masyarakat.
"Narasi inklusif atau berbasis empati publik perlu digunakan, karena seorang pejabat publik jangan sampai terlihat melakukan pembelaan yang sifatnya irasional dan menyinggung nalar," kata Verdy Firmantoro di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa.
Dia menyebut mengedepankan penggunaan narasi inklusif menjadi sebuah langkah mengantisipasi polemik atau adanya blunder dari seorang pejabat publik ketika merespon pernyataan masyarakat.
Salah satu kejadian disebutnya menjadi contoh, yakni adanya penonaktifan beberapa orang anggota DPR RI karena mengeluarkan pernyataan menyinggung perasaan publik.
Kejadian itu harus menjadi pelajaran, tidak hanya bagi DPR RI tetapi seluruh pejabat di masing-masing lembaga negara.
Menurut dia sebagai seorang pejabat publik sejatinya harus mampu menyuarakan pesan bersifat pro rakyat, dengan mengedepankan fakta dan data untuk memberikan dampak baik pada kondisi sosial masyarakat.
"Jangan melakukan pembelaan diri karena justru akan memperkeruh suasana, membuat masyarakat menjadi resisten," ujarnya.
Penggunaan narasi inklusif bersifat penting untuk dipahami oleh seluruh pejabat publik, lantaran memiliki pengaruh terhadap kondusivitas di suatu wilayah, baik dalam ranah regional maupun nasional.
Oleh karena itu, dia menyatakan reformasi dalam hal strategi komunikasi publik perlu dilakukan secara menyeluruh di setiap lembaga negara, termasuk DPR RI.
Sebab, apa yang diutarakan oleh seorang pejabat publik juga mempertaruhkan nama baik institusi.
Verdy menyebut pejabat publik juga tidak boleh menganggap sebuah kritik sebagai ancaman tetapi menjadikannya untuk proses perbaikan, melalui komunikasi interaktif dan dialogis sehingga tak menimbulkan erosi legitimasi akibat adanya kegagalan representasi.
"Komunikasi tidak boleh monolog tapi menerapkan partisipatoris. Kalau tidak ada respon soal keresahan masyarakat, bisa menimbulkan kejadian seperti kemarin," tuturnya.
Pewarta: Ananto Pradana
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.