Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Roro Inge Ade Kristanti mengatakan, paparan sinar UV matahari yang bisa menyebabkan kanker kulit biasanya mulai ada sekitar pukul 10 pagi hingga 4 sore, namun demikian hal ini tergantung pada berbagai wilayah di Indonesia.
“Peak hour jam 10 pagi sampai 4 sore. Tetapi kita kan ada variasi sesuai letak geografis, ada juga daerah yang matahari sebentar,” ujar Inge dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Menurut dokter yang juga berpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo ini, paparan sinar matahari secara langsung, terdapat sinar yang secara langsung dapat menembus ke lapisan kulit paling dalam. Sinar UV A, kata dia memiliki gelombang lebih panjang yang memiliki efek aging atau penuaan.
Baca juga: Dokter ungkap aktivitas ini miliki risiko tinggi kena kanker kulit
Baca juga: Cegah kanker dengan kurangi rokok dan sinar matahari pagi
Sementara UV B mampu menyebabkan luka hingga kanker kulit bila seseorang sering terpapar sinar matahari secara langsung secara intens dengan durasi yang cukup lama.
Dengan demikian, kembali ia menyerukan agar masyarakat menggunakan tabir surya yang mampu melindungi diri dari paparan sinar UV A dan sinar UV B.
Upaya mitigasi mandiri, kata dia dilakukan melalui metode periksa kulit secara mandiri (Sakuri). Metode ini menurutnya memerlukan alat-alat sederhana meliputi cermin besar, cermin kecil.
Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tubuh bagian atas depan meliputi telapak tangan, jari-jari dan kulit di antara jari hingga muka dengan memeriksa dan mengamati tubuh bagian bawah depan menggunakan cermin. Begitu pula dengan bagian bawah tubuh bagian depan dan bawah serta sisi sebaliknya, amati seksama dengan cermin.
Bila terdapat tahi lalat, benjolan ataupun bercak kulit yang dianggap tidak normal dapat berkonsultasi kepada tenaga ahli medis.
Baca juga: Berjemur dengan indeks UV tinggi tingkatkan risiko kanker kulit
Baca juga: Paparan sinar matahari kurangi risiko serangan jantung
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2025