Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta Justin Adrian Untayana menyatakan, Pemprov DKI perlu membentuk tim khusus untuk menyisir Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026 setelah dana bagi hasil (DBH) dipotong.
"Kita memahami bahwa pos belanja DKI Jakarta jumlahnya 251 ribu per tahun. Atau dengan kata lain, ada 251 ribuan item yang harus dicek," kata Justin di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, RAPBD DKI Jakarta 2026 dipotong imbas pengurangan DBH dari pemerintah pusat sebesar Rp15 triliun. Padahal, RAPBD 2026 DKI Jakarta ditaksir bernilai Rp95 triliun dan kini turun menjadi Rp79 triliun.
Ia mengatakan, dengan turunnya pendapatan tersebut tentu akan ada banyak pengeluaran yang dipotong di sana sini.
Justin melanjutkan bahwa kondisi tersebut memang berat bagi Gubernur Pramono Anung untuk menyisir satu per satu belanja dalam rancangan anggaran yang harus disesuaikan.
Baca juga: Pram sebut pemangkasan DBH tak pengaruhi tunjangan pegawai DKI
"Tetapi, dapat dibentuk suatu tim khusus untuk menyisir anggaran dan menemukan pemborosan sehingga bisa dikeluarkan dari anggaran kita," ujarnya.
Justin juga mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta membuka rencana belanja ke publik di laman https://apbd.jakarta.go.id/.
Dengan begitu lanjut dia, masyarakat bisa mengawasi pembelian-pembelian yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, sehingga proses anggarannya dapat berjalan secara transparan dan akuntabel.
"Kami juga ingin mengusulkan agar Pemprov DKI membuka penuh rencana belanja ke publik melalui publikasi di laman yang bisa diakses oleh siapa pun. Hal ini penting untuk dilakukan demi memastikan proses anggaran berjalan secara transparan dan akuntabel nantinya," katanya.
Justin mengingatkan temuan beberapa waktu lalu dalam rapat pembahasan APBD Perubahan (APBD-P) DKI Jakarta TA 2025, yakni terdapat rencana pembelian tiga unit server oleh Dinas Perpustakaan sebesar Rp1,7 miliar per satuannya.
Baca juga: Menkeu janji evaluasi dana transfer ke Jakarta jika ekonomi membaik
Padahal, penelusuran secara mandiri menemukan server dengan spesifikasi serupa hanya berkisar Rp300 juta di pasaran.
"Hal seperti ini merupakan pemborosan yang harus dicek kembali dan dihapus dari anggaran kita, terutama di tengah-tengah pemangkasan masif yang sedang terjadi," ujarnya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.