Qingdao (ANTARA) - Seiring China dan Indonesia memperluas kerja sama di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI) dan sejumlah strategi pembangunan Indonesia, kemitraan maritim kedua negara berkembang melampaui perdagangan perikanan tradisional dan merambah bidang infrastruktur, penelitian ilmiah, dan investasi industri, menghasilkan peluang yang luas bagi kedua belah pihak.
Pada Forum Pembangunan Kelautan Global (Global Ocean Development Forum) 2025 yang diselenggarakan di Qingdao, Provinsi Shandong, China timur, pada 7-9 September, Jalaluddin Umar, perwakilan khusus Wali Kota Banda Aceh sekaligus sekretaris daerah Kota Banda Aceh, menyoroti prospek kerja sama antarkota.
"Qingdao telah menjalin hubungan persahabatan dengan lebih dari 90 kota di seluruh dunia. Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh, berharap dapat menjadi kota kembar dan mengeksplorasi potensi kerja sama yang luas di sektor kelautan," kata Jalaluddin kepada Xinhua.
Pada Januari 2023, Dewan Negara China menyetujui pendirian Kawasan Demonstrasi Pengembangan Inovasi Ekonomi dan Perdagangan China-Indonesia. Sebagai bagian dari inisiatif "Dua Negara, Taman Kembar" (Two Countries, Twin Parks) di China, Zona Investasi Yuanhong di Fuzhou, Provinsi Fujian, dengan cepat menarik minat investor domestik dan internasional berkat lokasi geografis dan infrastrukturnya.
Kawasan itu telah menjadi pusat kerja sama perikanan. Sejak 2023, perusahaan-perusahaan makanan laut terkemuka telah membentuk klaster di Yuanhong, sedangkan empat perusahaan China telah berinvestasi dalam proyek-proyek perikanan di Indonesia, dengan total nilai investasi melampaui 6,3 miliar yuan (1 yuan = Rp2.311). Proyek-proyek tersebut meliputi basis pembiakan udang, fasilitas pengolahan makanan laut, dan pusat perikanan Indonesia.
Berbagai pencapaian itu membuat kedua pihak kian percaya diri menatap prospek kerja sama. Berkenaan dengan arah kolaborasi selanjutnya, Jalaluddin mengatakan perikanan merupakan industri tradisional di Banda Aceh, dan dia sangat menantikan penguatan kerja sama antara kedua pihak di bidang tersebut.
Banda Aceh, yang terletak dekat Samudra Hindia dan Selat Malaka, kaya akan sumber daya laut seperti tuna. Namun, sektor perikanan setempat menghadapi sejumlah kendala, mulai dari keterbatasan fasilitas pelabuhan, penyimpanan dingin yang kurang memadai, hingga ketergantungan pada metode penangkapan ikan tradisional.
"China memiliki teknologi maju dalam penangkapan ikan, logistik rantai dingin, dan pengolahan mendalam. Kami berharap dapat bekerja sama dengan mitra dari China di bidang-bidang itu," kata Jalaluddin.
Dia menambahkan bahwa Banda Aceh menyambut lebih banyak investasi China di pelabuhan, akuakultur, dan pengolahan untuk memaksimalkan potensi ekonomi maritim daerah.
Kemitraan itu juga meluas ke kawasan ASEAN. Sekretaris Jenderal Pusat ASEAN-China Shi Zhongjun mengatakan China dan negara-negara ASEAN memiliki potensi besar dalam kerja sama maritim.
"China menghadirkan teknologi dan pasar yang luas, sementara ASEAN menawarkan kekayaan sumber daya laut. Prospek kerja samanya sangat luas," ujarnya.
Dengan pemberlakuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), kerja sama maritim China-Indonesia bergerak menuju kolaborasi berbasis inovasi dan berbagi nilai, memberi kontribusi baru bagi ekonomi biru global.
Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.