Jakarta (ANTARA) - Banyak orang lebih memilih untuk mengiyakan suatu ajakan atau permintaan meskipun hati rasanya ingin menolak, apalagi jika terbiasa dikenal sebagai sosok yang ramah dan tidak enakan.
Menolak ajakan baik undangan, permintaan bantuan, maupun ajakan kecil lainnya sering kali menimbulkan rasa bersalah seolah akan mengecewakan orang lain.
Bagi seorang people pleaser, dilema ini bisa terasa berat. Padahal, mengatakan “tidak” bukan berarti egois, melainkan bentuk kepedulian pada kesehatan mental dan batasan pribadi.
Baca juga: Kenali dampak bullying terhadap fisik dan psikologis korban
Apa itu people pleaser?
People pleaser bukan istilah medis, tapi menggambarkan seseorang yang selalu ingin menyenangkan orang lain dan bahkan sering kali sampai mengorbankan keinginan dan kebutuhan pribadinya.
Wajar jika kita ingin merasa disukai dan dihargai, apalagi dalam hubungan sosial yang dekat. Namun, berbeda dengan rasa ingin menolong sesekali, kebiasaan people-pleasing sulit dihentikan. Seseorang yang memiliki kecenderungan ini sering kali merasa harus selalu berkata “ya” dan menyembunyikan perasaan sebenarnya, atau menyetujui terlalu banyak hal agar merasa diterima.
Meskipun terasa baik sesaat, kebutuhan terus-menerus untuk menyenangkan orang lain justru bisa melelahkan secara emosional dan menguras energi. Ujung-ujungnya, orang tersebut punya sedikit ruang untuk menjaga dirinya sendiri.
Baca juga: Lepaskan kontrol demi bahagia, telaah psikologis serial "Bonus Family"
Cara menolak ajakan
Berikut beberapa cara menolak ajakan dengan sopan dan tetap terdengar wajar:
- “Maaf banget, kayaknya aku belum bisa ikut kali ini.”
- “Wah, pengin banget ikut, tapi udah ada janji duluan.”
- “Aduh, terima kasih sudah ajak, tapi lagi nggak memungkinkan.”
- “Kayaknya aku harus skip dulu, lagi banyak hal yang mesti diselesaikan.”
- “Makasih ya sudah kepikiran ajak, tapi aku nggak bisa hadir.”
- “Duh, sebenarnya pengin, tapi waktunya belum pas.”
- “Maaf ya, aku nggak bisa bantu kali ini.”
- “Lagi mau istirahat dulu, jadi nggak bisa ikut dulu.”
- “Aku apresiasi ajakannya, tapi harus bilang nggak dulu kali ini.”
- “Lagi coba fokus ke hal lain dulu, jadi nggak bisa ambil tambahan dulu.”
Kalimat-kalimat ini terdengar ramah, jujur, dan tetap menghargai orang yang mengajak tanpa harus memberi alasan berlebihan.
Baca juga: Candaan bisa pengaruhi psikologis jika kelewat batas
Kapan sebaiknya mengatakan "tidak"?
1. Kalau Anda merasa tidak nyaman.
Dengarkan isi hati. Kalau ajakan membuat Anda ragu atau tertekan, itu tanda bahwa Anda boleh menolak.
2. Kalau Anda merasa bersalah atau terpaksa.
Menyetujui sesuatu hanya karena takut mengecewakan orang lain bukan alasan yang sehat. Waktu yang Anda miliki juga berharga.
3. Kalau pekerjaan Anda sedang menumpuk.
Menolak untuk menjaga fokus dan menghindari burnout bukan tindakan egois, tapi bijak.
4. Kalau permintaan melanggar batas pribadi.
Menjaga batas adalah bagian dari menghormati diri sendiri. Jangan merasa wajib melanggar prinsip demi menyenangkan orang lain.
5. Kalau satu-satunya alasan Anda mau karena ingin disukai.
Bila “ya” hanya untuk mendapat validasi, pertimbangkan kembali. Kebahagiaan orang lain tidak harus dibayar dengan kehilangan diri Anda sendiri.
Baca juga: Begini dampak psikologis jangka panjang akibat penganiayaan fisik
Baca juga: Cara komunikasi yang baik buat remaja nyaman utarakan perasaan
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025