Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025 mencatat, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan keuangan konvensional.
Indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masing-masing tercatat menjadi 43,42 persen dan 13,41 persen. Sedangkan indeks literasi dan inklusi keuangan konvensional (metode keberlanjutan) masing-masing 66,45 persen dan 79,71 persen. Dengan demikian, terdapat gap yang cukup besar antara keuangan syariah dan konvensional.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono saat konferensi pers di Jakarta, Jumat mengatakan, data tersebut menunjukkan adanya tantangan pada inklusi keuangan syariah di mana akses keuangan syariah perlu untuk diperkuat.
Apalagi mengingat tingkat literasi keuangan syariah masyarakat saat ini sudah cukup baik.
Baca juga: Wakili RI di forum PBB, BSI paparkan konsep keuangan syariah bagi SDGs
Peningkatan inklusi keuangan syariah masih terbatas, dari 12,88 persen pada SNLIK 2024 menjadi 13,41 persen pada SNLIK 2025 (baik melalui metode keberlanjutan maupun cakupan DNKI).
Sedangkan peningkatan literasi keuangan syariah cukup menggembirakan, dari 39,11 persen pada SNLIK 2024 menjadi 43,42 persen pada SNLIK 2025 (keberlanjutan maupun cakupan DNKI).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengamini bahwa pekerjaan rumah yang terbesar sebenarnya terletak pada peningkatan inklusi keuangan syariah.
Friderica atau akrab disapa Kiki mengungkapkan, masyarakat sebenarnya berharap akses keuangan syariah di Indonesia lebih merata. Permasalahan ini, juga sudah disampaikan OJK kepada pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) syariah.
Baca juga: AFPI, AFSI dan OJK kolaborasi tingkatkan literasi keuangan syariah
“Memang perlu dipikirkan banyak inovasi agar bagaimana meningkatkan akses masyarakat kepada PUJK yang syariah ini,” ujar dia.
Dalam hal ini, OJK mendorong agar PUJK syariah untuk memperbanyak jumlah agen Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor) dan layanan ATM bank syariah.
Langkah ini dinilai bisa mendekatkan akses keuangan syariah kepada masyarakat hingga ke daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Agen Laku Pandai syariah juga diharapkan bisa bersaing dengan bank konvensional.
Selanjutnya, OJK juga mendorong ragam produk syariah yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat. Sebab, ujar Kiki, banyak masyarakat yang menyampaikan bahwa produk syariah yang ditawarkan tidak sesuai seperti yang mereka harapkan.
“Coba ditanya dulu konsumen atau nasabah atau calon nasabah itu sebenarnya butuh apa, sih. Yang seperti itu harus kita dorong supaya inovasi itu based on kebutuhan, need atau demand dari potential consumer-nya mereka,” kata Kiki.
Adapun OJK menyatakan komitmennya untuk terus berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah melalui kerja sama yang dibangun dengan PUJK syariah.
Pada beberapa waktu lalu, OJK juga menyelenggarakan kampanye Gebyar Ramadan Keuangan Syariah (GERAK Syariah) sebagai bagian dari upaya peningkatan literasi dan keuangan syariah.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025