Jakarta (ANTARA) - Banyak orang merasa kesal ketika melihat pengendara yang melawan arah di jalan raya. Tindakan ini bukan hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan yang dapat membahayakan pengendara lain maupun pejalan kaki.
Situasi tersebut kerap memicu emosi negatif, terutama bagi mereka yang dirugikan oleh perilaku tidak tertib di jalan.
Namun, muncul pertanyaan sejauh mana warga sipil memiliki hak untuk menegur pelanggar tersebut. Apakah hal ini diatur oleh hukum atau semata-mata bergantung pada inisiatif pribadi demi menjaga ketertiban?
Topik ini sering memicu perdebatan karena menyangkut keselamatan, etika, dan batas kewenangan antara masyarakat dan aparat penegak hukum. Berikut penjelasannya.
Bukan penegak hukum, tapi bisa ikut mengawasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberi ruang bagi masyarakat untuk berperan serta menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Peran ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan imbauan, mengingatkan sesama pengguna jalan, atau melaporkan pelanggaran kepada pihak berwenang.
Meski demikian, kewenangan penindakan tetap berada di tangan aparat kepolisian. Warga biasa tidak berhak memberikan sanksi atau melakukan tindakan hukum, karena hal tersebut memerlukan dasar kewenangan resmi sesuai prosedur. Batasan ini penting untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman, pelanggaran hak, maupun potensi konflik di lapangan.
Peneguran perlu dilakukan dengan bijak
Warga dapat menegur pelanggar lalu lintas selama dilakukan dengan cara yang sopan dan tidak memicu konfrontasi.
Sikap tenang dan penggunaan bahasa yang santun menjadi kunci agar pesan dapat tersampaikan tanpa menimbulkan ketegangan di jalan.
Tindakan ini juga sebaiknya dilakukan di situasi yang memungkinkan, sehingga tidak membahayakan diri sendiri maupun pengguna jalan lain.
Jika kondisi berpotensi menimbulkan pertengkaran atau kekerasan, langkah terbaik adalah menghindar dan menyerahkan penanganan kepada pihak berwenang.
Keselamatan pribadi tetap menjadi prioritas utama, karena tujuan utama adalah menjaga ketertiban lalu lintas tanpa mengorbankan keamanan diri.
Dokumentasikan dan laporkan
Cara aman untuk berpartisipasi adalah dengan mengabadikan pelanggaran melalui foto atau video.
Bukti tersebut dapat dilaporkan ke kepolisian atau kanal pengaduan resmi yang disediakan. Dengan demikian, pelanggar dapat ditindak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Sanksi bagi pelanggar lawan arah
Melawan arah termasuk pelanggaran serius. Berdasarkan ketentuan hukum, pelaku dapat dikenakan pidana kurungan maksimal dua bulan atau denda hingga Rp500.000.
Sanksi ini diberlakukan demi menjaga keselamatan pengguna jalan dan mencegah kecelakaan.
Sejumlah insiden menunjukkan bahwa peneguran warga terhadap pelanggar lalu lintas dapat berujung konflik.
Ada kasus di mana penegur justru menjadi korban kekerasan. Hal ini menjadi pengingat bahwa setiap upaya menegur harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Dengan demikian, warga sipil boleh menegur pengendara yang melawan arah, asalkan dilakukan secara sopan, aman, dan tidak memicu konflik.
Langkah yang lebih aman adalah dengan mengumpulkan bukti dan melaporkannya kepada pihak berwenang untuk diproses sesuai hukum.
Baca juga: Operasi Patuh Jaya berakhir, Polda Metro Jaya tindak 60.533 pelanggar
Baca juga: Dishub DKI tindak 623 kendaraan bermotor melawan arah
Baca juga: Melawan arus jadi pelanggaran lalu lintas yang mendominasi di Jakbar
Baca juga: Melawan arus jadi pelanggaran lalu lintas yang mendominasi di Jakbar
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.