Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menegaskan pemantauan kolektif mitra deradikalisasi menjadi kunci pencegahan kembalinya para mitra untuk melakukan aksi terorisme atau penyebaran paham radikalisme.
Dalam kegiatan Koordinasi Penguatan Interoperabilitas Aparatur Pemerintah dalam Penanggulangan Terorisme di Solo, Jawa Tengah, Rabu (28/5), Pelaksana tugas (Plt.) Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Brigadir Jenderal Polisi Wawan Ridwan mengatakan terdapat potensi terbuainya mitra deradikalisasi yang sudah kembali ke NKRI untuk melakukan aksi kembali.
"Ini menjadi salah satu tantangan dinamika terorisme yang membutuhkan fokus bagi seluruh aparatur wilayah," kata Brigjen Pol. Wawan, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Untuk itu, kata dia, mitra deradikalisasi harus dipantau bersama. Ketika mereka kembali ke masyarakat, dikatakan bahwa para mitra deradikalisasi harus menemukan jati dirinya.
Mitra deradikalisasi merupakan seseorang yang telah menjalani proses deradikalisasi, yaitu proses untuk mengubah pandangan dan pemahaman seseorang yang radikal menjadi lebih moderat.
Adapun mitra deradikalisasi bisa merupaja mantan narapidana terorisme, individu yang pernah terpapar radikalisme, atau siapa pun, yang mengalami perubahan pemikiran dan perilaku menuju arah yang lebih positif.
Ia menegaskan bahwa pencarian jati diri diperlukan agar mitra deradikalisasi tidak direkrut lagi oleh kelompoknya dengan beragam cara baru dan melakukan aksinya lagi. Dengan demikian, kondisi itu dinilai perlu diwaspadai bersama.
Baca juga: Sosiolog: Islam moderat hadirkan syariat dalam kebhinekaan
Baca juga: BNPT: RI yakin multilateralisme berperan krusial atasi terorisme
BNPT pun mengajak seluruh aparatur pemerintah Solo Raya untuk meningkatkan kolaborasi dalam menghadapi tantangan dinamika terorisme, dimana terorisme terus berevolusi mengikuti perubahan zaman, baik pola aksi, pola penyebaran, maupun jaringan.
"Hal ini menjadi perlu karena modus operandi yang digunakan kelompok teror semakin berubah seiring berkembangnya zaman. Kita semua adalah aparatur, maka penanggulangan tidak hanya dilakukan BNPT saja, tetapi bersama- sama," tuturnya.
Dalam menjawab tantangan tersebut, Kepala Satuan Intelijen Keamanan Kapolresta Surakarta Komisaris Polisi Arlianto Adhy Prabowo berharap adanya desk yang dikoordinir langsung oleh BNPT.
"Langkah awal yang bisa dilakukan, yaitu membuat desk. BNPT bisa mengkoordinir aparat yang ada di Solo Raya," ucap Kompol Arlianto dalam kesempatan yang sama.
Harapannya, sambung dia, terdapat target dan tujuan tertentu yang harus bisa dipenuhi agar ada kemajuan dalam menangani ideologi radikal terorisme yang ada di wilayah Solo Raya.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa target dan tujuan dalam periode tertentu terkait penanganan penyebaran ideologi kekerasan di Wilayah Solo Raya dimaksud, yakni seperti membuat strategi agar mitra deradikalisasi, yang tadinya masuk dalam kategori merah dalam periode selanjutnya, dapat berganti menjadi kategori kuning.
Kegiatan koordinasi dihadiri oleh 40 peserta perwakilan aparatur wilayah di Solo Raya, yang terdiri atas unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Pemerintah Surakarta, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), hingga Kementerian Agama (Kemenag).
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025