BI salurkan insentif KLM Rp295 triliun hingga minggu kedua Januari

1 month ago 16
Mulai 1 Januari 2025, insentif KLM telah disalurkan pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja

Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyalurkan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp295 triliun hingga minggu kedua Januari 2025 atau meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.

“Insentif itu telah disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun, bank BUSN sebesar Rp130,6 triliun, BPD sebesar Rp29,9 triliun, dan KCBA sebesar Rp5 triliun,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Januari 2025 di Jakarta, Rabu.

Perry menyampaikan BI terus memperkuat efektivitas implementasi KLM. Pada 2025, KLM diarahkan untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan guna mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

Mulai 1 Januari 2025, insentif KLM telah disalurkan pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

Sektor tersebut antara lain pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan dan pariwisata dan ekonomi kreatif, konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan dan memperkuat sinergi dengan pemerintah, otoritas keuangan, kementerian/lembaga, perbankan, dan pelaku usaha,” kata Perry.

Deputi Gubernur BI Juda Agung menambahkan bahwa insentif KLM cukup efektif dalam mendorong kredit perbankan. Pada Januari 2025, insentif KLM mencapai Rp295 triliun dibandingkan Desember 2024 yang sebesar Rp251 triliun, sehingga dalam sebulan ini, ada tambahan Rp43 triliun.

“Hasil asesmen kami menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit di tahun 2024 10,4 persen dengan adanya insentif likuiditas. Kalau tanpa insentif likuiditas, diperkirakan hanya 9,6 persen. Jadi efektif KLM di dalam mendorong kredit itu cukup efektif,” kata Juda.

Ia juga mencatat bahwa likuiditas perbankan tetap memadai, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Desember 2024 sebesar 25,59 persen. Angka tersebut, catat Juda, lebih tinggi dari rata-rata historisnya yang sebesar 20 persen.

“Memang kalau kita bandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya sempat 30 persen. Tapi sekarang dengan dua tahun ini pertumbuhan kredit kita sudah double digit di atas 10 persen, tentu saja AL/DPK ini akan mengalami penurunan,” kata dia.

Ke depan, ujar Juda, BI melihat pertumbuhan kredit masih tinggi dengan tentunya perlu tambahan-tambahan likuiditas.

Oleh sebab itu, kebijakan-kebijakan BI untuk memberikan likuiditas yang memadai bagi perbankan tetap terus dilakukan termasuk kebijakan insentif likuiditas apabila bank menyalurkan kredit di sektor-sektor prioritas.

Baca juga: Perry Warjiyo: Instrumen SRBI Rp914,72 triliun hingga 14 Januari 2025

Baca juga: BI: Kredit pada 2024 tetap kuat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

Baca juga: BI komitmen perkuat efektivitas kebijakan moneter guna jaga inflasi

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |