Jakarta (ANTARA) - Coto Makassar merupakan salah satu kuliner khas Sulawesi Selatan yang telah menjadi ikon kuliner Indonesia. Hidangan ini berupa sup daging sapi dan jeroan yang dimasak dengan campuran rempah-rempah khas, menghasilkan cita rasa yang kaya dan mendalam.
Hidangan ini biasanya disajikan dengan ketupat atau buras. Keunikannya tidak hanya pada rasa, tetapi juga proses pembuatannya yang telaten. Daging dan jeroan direbus lama hingga empuk, lalu dibumbui rempah seperti ketumbar, bawang putih, dan jintan, menghasilkan kuah kental dengan aroma menggugah selera.
Sebagai warisan kuliner, Coto Makassar telah melampaui batas geografis dan menjadi favorit di berbagai daerah di Indonesia. Banyak rumah makan dan warung yang menyajikan hidangan ini, mempertahankan resep tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Asal usul Coto Makassar
Coto Makassar merupakan kuliner khas Sulawesi Selatan yang telah melekat dalam tradisi masyarakat Makassar. Hidangan ini berupa sup daging sapi dan jeroan yang dimasak dengan rempah-rempah khas, menciptakan cita rasa yang kaya dan gurih.
Selain kelezatannya, Coto Makassar juga memiliki nilai historis dan budaya yang kuat. Hidangan ini sering disajikan dalam berbagai acara adat dan pertemuan keluarga, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari warisan kuliner Nusantara.
Baca juga: Lezatnya hidangan dari perairan Celebes
Sejarah Coto Makassar
Asal usul Coto Makassar diperkirakan telah ada sejak masa Kerajaan Gowa pada abad ke-16. Pada periode tersebut, hidangan ini awalnya disajikan khusus bagi kalangan istana kerajaan. Coto Makassar menjadi hidangan istimewa yang disajikan dalam acara-acara penting atau untuk menjamu tamu kehormatan.
Terdapat beberapa versi mengenai asal-usul sejarah Coto Makassar. Salah satu cerita menyebutkan bahwa hidangan ini pertama kali dibuat oleh Toak, seorang juru masak di Kerajaan Bajeng, yang memanfaatkan jeroan sapi untuk menciptakan hidangan baru dengan tambahan rempah-rempah tradisional dan sambal tauco.
Selain itu, pengaruh kuliner Tionghoa juga terlihat dalam hidangan ini, seperti penggunaan sambal tauco yang merupakan adaptasi dari budaya kuliner Tionghoa. Hal ini mencerminkan akulturasi budaya dalam pengembangan Coto Makassar.
Saat ini, Coto Makassar telah menjadi ikon kuliner Makassar dan dapat ditemukan di berbagai tempat, dari warung kaki lima hingga restoran mewah, menunjukkan kelestarian dan popularitasnya yang terus bertahan
Seiring waktu, Coto Makassar semakin populer dan menjadi bagian penting dari kuliner Sulawesi Selatan. Hidangan berbahan jeroan sapi ini direbus lama, diiris, lalu dibumbui rempah khas. Biasanya, coto disajikan dalam mangkuk dan dinikmati dengan ketupat atau buras.
Baca juga: Sejarah hidangan Coto Makassar, ini resep dan cara membuatnya
Komposisi dan penyajian
Coto Makassar dibuat dari daging sapi dan jeroan yang direbus lama hingga empuk. Kuahnya kaya rempah, yang dalam tradisi lokal disebut "rampa patang pulo," mengacu pada sekitar 40 jenis bumbu, termasuk bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan jintan.
Hidangan ini biasanya disajikan dengan ketupat atau burasa, sejenis lontong berbungkus daun pisang. Untuk menambah cita rasa, coto Makassar kerap dilengkapi sambal tauco dan perasan jeruk nipis, memberikan sentuhan segar yang khas.
Warisan budaya
Sebagai kuliner tradisional, Coto Makassar bukan sekadar hidangan, tetapi juga simbol kekayaan kuliner Sulawesi Selatan yang mencerminkan sejarah dan tradisi masyarakat Makassar. Keunikan rasa dan cara penyajiannya membuat hidangan ini tetap istimewa di hati penikmatnya.
Coto Makassar terus dilestarikan dan dinikmati oleh berbagai kalangan, baik di daerah asalnya maupun di berbagai wilayah lain di Indonesia. Popularitasnya menjadikannya salah satu ikon kuliner Nusantara yang patut dibanggakan.
Baca juga: Tradisi makan coto Makassar jelang Ramadhan di Sulsel
Baca juga: Wali Kota Makassar jamu 1.000 mangkok Coto kepada para kepala daerah
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025