Asal usul budaya kopi cethe di Tulungagung

1 week ago 11

Jakarta (ANTARA) - Tulungagung, sebuah kabupaten di Jawa Timur, memiliki tradisi unik menikmati kopi yang memadukan seni dan budaya, yakni "kopi cethe" atau "nyethe". Tradisi ini tak sekadar minum kopi, tetapi juga menciptakan motif artistik, menjadikan Tulungagung dijuluki "Kota Cethe".

Dalam tradisi kopi cethe, ampas kopi dioleskan pada batang rokok untuk membentuk pola khas. Proses ini membutuhkan ketelatenan, menjadikannya lebih dari sekadar kebiasaan minum kopi. Bagi pecinta kopi di Tulungagung, nyethe adalah ekspresi seni bernilai budaya tinggi.

Tradisi ini diyakini telah berkembang sejak lama dan menjadi bagian dari identitas masyarakat setempat. Untuk memahami lebih lanjut, simak ulasan berikut ini. Lantas, bagaimana sejarah asal usul kopi cethe di Tulungagung? Berikut penjelasannya mengutip berbagai sumber:

Baca juga: Dokter gizi sarankan waktu yang baik minum teh dan kopi saat puasa

Sejarah asal usul tradisi nyethe

Sejarah nyethe diyakini bermula pada tahun 1980-an, ketika para petani di Tulungagung berkumpul di warung kopi setelah seharian bekerja di sawah. Warung kopi menjadi tempat mereka beristirahat dan berbincang, sambil menikmati secangkir kopi sebagai pelepas lelah.

Dalam suasana santai itu, mereka mulai mengoleskan ampas kopi pada batang rokok yang mereka hisap. Kebiasaan ini awalnya dilakukan tanpa maksud khusus, tetapi lama-kelamaan menjadi aktivitas yang menarik dan menyenangkan.

Seiring waktu, kebiasaan ini berkembang menjadi seni menghias rokok dengan berbagai motif. Mulai dari tulisan, pola tribal, hingga tokoh pewayangan, nyethe pun semakin dikenal luas. Karena keunikannya, tradisi ini sering disebut sebagai "batik rokok", yang mencerminkan nilai seni dan budaya dalam kebiasaan masyarakat Tulungagung.

Proses dan teknik nyethe

Untuk melakukan nyethe, diperlukan bubuk kopi yang sangat halus dan kental. Langkah awalnya adalah mengendapkan kopi hingga ampasnya terpisah, lalu mengoleskannya pada batang rokok menggunakan sendok kecil atau alat khusus.

Beberapa praktisi menambahkan susu cair untuk meningkatkan kekentalan dan daya rekat ampas kopi. Proses ini membutuhkan keterampilan dan ketelatenan tinggi, karena kertas rokok yang tipis dan halus mudah rusak.

Makna sosial dan budaya

Nyethe bukan sekadar aktivitas seni, tetapi juga memiliki nilai sosial yang mendalam. Warung kopi menjadi tempat berkumpul berbagai kalangan masyarakat untuk berbincang dan berbagi cerita tanpa memandang status sosial.

Tradisi ini mempererat hubungan sosial dan menciptakan suasana kebersamaan dalam komunitas. Dengan nyethe, warung kopi tidak hanya sekadar tempat minum kopi, tetapi juga ruang interaksi yang memperkuat ikatan antarwarga.

Tradisi kopi cethe di Tulungagung merupakan warisan budaya yang unik, memadukan seni, rasa, dan interaksi sosial dalam satu kesatuan harmonis. Keunikan ini tidak hanya memperkaya khazanah budaya lokal, tetapi juga menarik minat wisatawan untuk mengenal lebih dekat tradisi khas masyarakat Tulungagung.

Baca juga: Waktu yang tepat untuk minum kopi menurut pakar

Baca juga: Dul Jaelani menyukai minum kopi saat kumpul Lebaran

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |