Jakarta (ANTARA) - Gangguan irama jantung atau aritmia menjadi penyebab kematian mendadak pada usia muda dan sering kali disalahartikan sebagai serangan jantung.
“Kasus kematian mendadak pada usia muda sering kali disebabkan oleh gangguan irama jantung, bukan serangan jantung. Insidennya mencapai 50–100 kasus per 100.000 populasi,” kata Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi di RS Premier Bintaro dr. Beny Hartono, Sp.JP, Subsp.KI(K), FIHA, FAPSC, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa.
Aritmia terjadi ketika detak jantung bekerja tidak normal; bisa terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan sehingga mengganggu pasokan darah ke organ vital. Jika tidak ditangani segera, kondisi itu dapat memicu henti jantung mendadak.
Beny menjelaskan ada tiga jenis utama aritmia, yaitu bradikardia, takikardia dan fibrilasi atrium.
Baca juga: Aritmia jantung jadi masalah umum pada dewasa muda
Bradikardia ditandai dengan detak jantung kurang dari 60 kali per menit dan umumnya ditangani dengan alat pacu jantung untuk menstimulasi aktivitas listrik. Takikardia terjadi saat jantung berdetak lebih dari 100–150 kali per menit sehingga jantung hanya bergetar tanpa memompa darah dan membutuhkan tindakan defibrilasi atau kejutan listrik.
Jenis lainnya, fibrilasi atrium, merupakan bentuk aritmia yang paling sering dan berbahaya karena menyebabkan detak jantung tidak teratur dan darah menggumpal di ruang jantung.
“Fibrilasi atrium ini yang paling kita takutkan karena bisa menyebabkan stroke berat atau kematian,” ujar Beny.
Penanganan aritmia dapat dilakukan dengan kateter ablasi, yakni memasukkan kateter kecil ke dalam jantung untuk menghancurkan sumber gangguan listrik, atau penutupan kuping jantung guna mencegah terbentuknya bekuan darah.
Baca juga: Dokter: Merasa lelah meski aktivitas ringan tanda gejala aritmia
Sementara itu, Spesialis Neurologi RS Premier Bintaro dr. Meidianie Camellia, Sp.N, menjelaskan bahwa stroke merupakan salah satu komplikasi paling serius dari gangguan jantung. Otak membutuhkan sekitar 20 persen aliran darah tubuh untuk bekerja optimal, sehingga gangguan sedikit saja dapat menyebabkan kerusakan permanen.
“Sekitar 90 persen faktor risiko stroke bersumber dari gaya hidup, seperti merokok, pola makan tinggi garam dan lemak, stres, kurang tidur, dan minim aktivitas fisik,” kata dia.
Kementerian Kesehatan memperkenalkan akronim “SeGeRa Ke RS” untuk mengenali gejala stroke: Senyum tidak simetris, Gerak separuh tubuh melemah, Bicara pelo, Kebas separuh tubuh, Rabun mendadak, dan Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba.
“Jika tanda-tanda ini muncul, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit karena penanganan stroke berpacu dengan waktu,” ujar Meidianie.
Kedua dokter tersebut mengingatkan pentingnya pola hidup sehat, pemeriksaan rutin, dan pelatihan CPR sebagai langkah pencegahan dini terhadap risiko jantung dan stroke.
Baca juga: Gangguan irama jantung dapat sebabkan stroke
Baca juga: Infeksi virus dapat tingkatkan risiko serangan jantung dan stroke
Baca juga: Penanganan stroke pada anak perlu pemeriksaan detail
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































