Arab Saudi: Sikap acuh global soal perang Gaza ancam stabilitas dunia

1 hour ago 2

Istanbul (ANTARA) - Arab Saudi pada Sabtu (27/9), memperingatkan bahwa kegagalan komunitas internasional untuk mengendalikan genosida Israel di Jalur Gaza mengancam stabilitas regional dan global, dan mendesak tindakan tegas untuk menghentikan konflik dan mendukung kenegaraan Palestina.

"Ketidakpedulian komunitas internasional dalam menahan agresi (Israel) di Gaza akan berkontribusi pada destabilisasi keamanan dan stabilitas regional dan global," ujar Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, pada Sidang Umum PBB ke-80 di New York.

Dia mendesak PBB untuk mengambil peran yang lebih kuat dalam resolusi konflik, dengan mengatakan bahwa badan dunia tersebut "perlu menjadi lebih efisien dalam mengurangi konflik dan krisis."

"Kita semua harus bertindak serius untuk menghentikan agresi dan menjamin pengiriman bantuan kepada penduduk Gaza," ujarnya, seraya mendesak langkah-langkah internasional yang mendesak untuk melindungi warga sipil dan membuka koridor kemanusiaan.

Sejak 2 Maret, Israel telah menutup sepenuhnya perlintasan Gaza, memblokir konvoi makanan dan bantuan, serta memperparah kondisi kelaparan di wilayah tersebut.

Hanya sedikit pasokan yang diizinkan masuk secara sporadis, dan banyak yang dijarah oleh kelompok bersenjata yang dituduh oleh otoritas Gaza di bawah lindungan Israel.

Pangeran Faisal pun mendesak semua negara untuk mengakui Negara Palestina dan mendukung upaya mencapai solusi dua negara.

Langkah itu diambil sehari setelah Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal mengumumkan pengakuan atas Palestina, sehingga jumlah negara menjadi 159 dari 193 negara anggota PBB yang telah mengumumkan pengakuan Negara Palestina sejak mendiang pemimpin Palestina Yasser Arafat memproklamasikan negara tersebut dari Aljazair pada 1988.

Mengenai Suriah, dia memuji "langkah-langkah yang diambil oleh Republik Arab Suriah untuk memperkuat keamanan dan stabilitas di negara tersebut," dan menolak serangan Israel terhadap wilayah dan kedaulatan Suriah.

Pemerintah Suriah telah mengintensifkan upaya untuk menjaga keamanan di negara itu sejak tumbangnya rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, setelah 24 tahun berkuasa.

Menlu Saudi tersebut menegaskan kembali dukungan negaranya terhadap Lebanon, mendukung upaya pemerintah untuk mengimplementasikan Perjanjian Taif 1989 dan memastikan persenjataan tetap berada di bawah kendali negara.

Pangeran Faisal juga mendesak penarikan pasukan pendudukan Israel dari seluruh wilayah Lebanon, menekankan pentingnya memperkuat kedaulatan Lebanon.

Awal September 2025, pemerintah Lebanon menyetujui rencana militer untuk memusatkan semua persenjataan di bawah kendali negara. Pemerintah menyambut baik rencana tersebut dan memutuskan untuk merahasiakan isi dan pembahasannya.

Pada 5 Agustus, Kabinet secara resmi mengadopsi kebijakan untuk membatasi semua persenjataan, termasuk persenjataan Hisbullah, untuk negara. Kebijakan tersebut menugaskan militer untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana tersebut pada akhir 2025.

Sumber: Anadolu

Baca juga: PBB dorong kesepakatan damai Palestina-Israel untungkan kedua pihak

Baca juga: Gencatan senjata di Gaza gagal, Malaysia desak reformasi veto DK PBB

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |