Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif dan stimulus bagi sektor-sektor usaha yang terdampak kebijakan efisiensi.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menilai sektor ritel dan pariwisata, termasuk perhotelan, telah merasakan dampak signifikan dari kebijakan efisiensi.
"Teman-teman ritel ini sangat terdampak dengan adanya efisiensi. Ritel pariwisata misalnya, hotel-hotel ini kita lihat saja okupansinya sudah semakin turun," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Meski demikian, Shinta memahami bahwa pemerintah memiliki alasan kuat di balik keputusan efisiensi tersebut.
Alih-alih meminta pencabutan kebijakan, Shinta menyebut bahwa Apindo lebih memfokuskan pada solusi konkret untuk membantu sektor-sektor yang terdampak.
"Kalau memang itu satu keputusan yang tidak bisa diubah karena alasan pemerintah pada waktu itu sudah jelas, maka apa kemudian bantuan yang bisa diberikan kepada sektor ini? Insentif, stimulus, kita kan punya sebelumnya paket-paket kebijakan juga ada. Nah ini gimana caranya untuk dibantu?" ucap dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jumhur Hidayat mengatakan bahwa ia telah menerima banyak keluhan dari karyawan hotel dan restoran, khususnya di Jakarta dan Bali, mengenai penurunan okupansi.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk menemukan critical number atau ambang batas yang memungkinkan efisiensi dilakukan tanpa menyebabkan PHK massal atau kerugian signifikan bagi perusahaan.
"Pasti ada critical number di mana orang tidak perlu di-PHK, perusahaan tidak rugi, bisa survive," kata Jumhur.
Sebelumnya, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) meminta agar pemerintah mencabut kebijakan efisiensi anggaran guna menggerakkan kembali roda perekonomian nasional.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah, di Jakarta, 6 Mei lalu, menilai apabila kebijakan efisiensi ini dicabut maka akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk berbelanja di dalam negeri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2025 menjadi 4,87 persen secara tahunan. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,11 persen.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap perlambatan ini adalah kontraksi konsumsi pemerintah sebesar 1,38 persen. Kontraksi ini terjadi seiring dengan kebijakan efisiensi belanja pemerintah yang mengurangi anggaran untuk perjalanan dinas serta belanja operasional perkantoran.
Baca juga: Pengusaha respons data PHK Apindo yang berbeda dengan Kemnaker
Baca juga: Apindo tegaskan perusahaan tidak boleh tahan ijazah tanpa alasan
Baca juga: Apindo dorong pemerintah perkuat pengawasan sistem pekerja outsourcing
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025