APHR khawatir dengan rencana pertemuan PM Malaysia-junta Myanmar

1 day ago 5

Jakarta (ANTARA) - Para anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) menyatakan kekhawatiran mereka yang mendalam terhadap rencana pertemuan antara Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sebagai Ketua ASEAN dan pemimpin junta Myanmar Min Aung Hlaing di Bangkok pekan ini.

Dalam pernyataannya pada Kamis, APHR mengatakan bahwa pertemuan itu, yang dilangsungkan tanpa syarat, transparansi, atau komitmen terhadap akuntabilitas berisiko, melegitimasi rezim yang bertanggung jawab atas kekerasan yang meluas di Myanmar.

APHR juga menilai rencana itu merusak upaya di kawasan untuk memulihkan perdamaian, demokrasi, dan supremasi hukum di Myanmar.

Sejak dikuasai junta militer setelah kudeta Februari 2021, Myanmar terjerumus ke dalam krisis HAM dan kemanusiaan.

Junta telah melakukan kejahatan serius, termasuk pembunuhan massal, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pengeboman terhadap warga sipil di negara itu.

Lebih dari 3 juta orang terpaksa mengungsi, sementara junta terus menentang Konsensus Lima Poin ASEAN dan menolak dialog atau solusi politik yang inklusif.

“Sejak kudeta 2021, tidak ada Ketua ASEAN yang bertemu pemimpin junta —sikap diplomatik yang sengaja meniadakan legitimasi rezim tersebut,” kata Rangsiman Rome, anggota Dewan APHR yang juga anggota DPR Thailand.

“Keputusan Perdana Menteri Anwar untuk melanggar preseden ini mengancam kredibilitas ASEAN dan menurunkan konsensus regional yang dibangun selama tiga tahun terakhir,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua APHR dan mantan anggota parlemen Malaysia Charles Santiago menegaskan bahwa diplomasi tidak boleh melegitimasi rezim brutal dan kriminal.

“Sebagai ketua ASEAN 2025, Malaysia harus memimpin dengan keyakinan, memperjuangkan pendekatan yang berfokus pada HAM dan rakyat yang berakar pada keadilan, bukan perbedaan,” kata dia.

APHR mengakui kepemimpinan Malaysia sebelumnya dalam mengadvokasi respons ASEAN yang berprinsip, tulis pernyataan itu.

Namun, keterlibatan langsung dengan pemimpin junta Myanmar dinilai bertentangan dengan kepemimpinan moral dan diplomatik Malaysia serta mengancam persatuan ASEAN yang telah rapuh oleh krisis Myanmar.

“Bertemu dengan Min Aung Hlaing tanpa menuntut kemajuan nyata untuk mengakhiri kekerasan atau memulihkan demokrasi berarti mengirim sinyal berbahaya, tidak hanya kepada rakyat Myanmar tetapi juga ke kawasan yang lebih luas,” kata Ketua APHR dan anggota DPR RI Mercy Chriesty Barends.

“Hal ini memperkuat rezim militer yang telah mempersenjatai bantuan kemanusiaan, menekan suara-suara demokrasi, dan melakukan kekejaman tak terkira tanpa hukuman,” tutur Barends.

Disebutkan dalam pernyataan itu, Min Aung Hlaing akan bertemu para pemimpin ASEAN dengan dalih mengoordinasikan bantuan kemanusiaan setelah gempa dahsyat menerjang Myanmar baru-baru ini.

APHR memperingatkan agar junta tidak mengeksploitasi masalah kemanusiaan untuk mendapatkan legitimasi diplomatik.

“Bantuan kemanusiaan harus berprinsip netral, tidak memihak, dan berdasarkan kebutuhan," kata Angelina Sarmento, anggota Dewan APHR dan Anggota Parlemen Timor-Leste.

Menurut dia, mengalihkan bantuan lewat rezim, yang hanya menguasai sebagian kecil wilayah Myanmar dan secara aktif menghalangi bantuan ke wilayah-wilayah yang dikuasai oposisi, tidak akan membantu korban gempa di negara itu.

"Bantuan tersebut akan memperparah penderitaan mereka,” kata Sarmento.

APHR menekankan bahwa bantuan kemanusiaan harus dikoordinasikan dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar, termasuk National Unity Government of Myanmar (NUG), organisasi perlawanan etnis, dan masyarakat sipil.

“Rakyat Myanmar dengan sangat jelas telah menyatakan penolakan mereka terhadap pemerintahan junta,” kata Arlene Brosas, anggota Dewan APHR dan anggota DPR Filipina.

"ASEAN harus berdiri bersama rakyat, bukan para pelaku tirani. Melegitimasi junta sama dengan mengkhianati prinsip-prinsip inti ASEAN dan aspirasi jutaan orang yang terus menentang pemerintahan militer,” ujarnya.

APHR mendesak PM Anwar Ibrahim untuk menegaskan kembali komitmen Malaysia terhadap demokrasi, HAM, dan perdamaian kawasan.

Komitmen itu termasuk menolak segala bentuk keterlibatan yang memberikan pengakuan secara tak semestinya kepada junta Myamar, memastikan upaya ASEAN tetap bersifat inklusif dan transparan, serta menempatkan keinginan demokratis rakyat Myanmar.

Baca juga: Menlu Malaysia, Thailand selesaikan misi kemanusiaan di Myanmar
Baca juga: ASEAN tekankan percepatan bantuan kemanusiaan gempa Myanmar-Thailand

Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |