Apa saja hak istri setelah cerai? Ini penjelasannya dalam Islam

1 week ago 4

Jakarta (ANTARA) - Hak-hak istri setelah perceraian sangat penting untuk diperhatikan sebagai bentuk perlindungan dan dukungan bagi mantan istri. Meskipun pernikahan telah berakhir, kehidupan tetap berlanjut, dan istri tetap berhak mendapatkan perhatian serta rasa dihargai.

Dalam Al-Quran, tepatnya pada Surat Al-Baqarah ayat 241, disebutkan bahwa suami berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada istri yang telah dicerai.

وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢ بِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ

wa lil-muthallaqâti matâ‘um bil-ma‘rûf, ḫaqqan ‘alal-muttaqîn

Artinya: “Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 241).

Kewajiban ini bergantung pada kondisi serta keputusan yang ditetapkan oleh pengadilan. Terlebih lagi, jika pasangan tersebut memiliki anak, suami tidak hanya bertanggung jawab terhadap nafkah mantan istri, tetapi juga terhadap nafkah anak-anak, meskipun perceraian telah terjadi.

Lalu, apa saja hak-hak istri setelah perceraian? Berikut adalah penjelasannya yang dirangkum dari berbagai sumber.

Hak istri

1. Nafkah iddah

Selama menjalani masa iddah, mantan suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepada mantan istri sesuai dengan ketetapan pengadilan. Masa iddah sendiri merupakan waktu tunggu yang harus dijalani seorang perempuan sebelum ia diperbolehkan menikah kembali.

Kewajiban ini disebutkan dalam Al-Quran, tepatnya pada Surat Al-Baqarah ayat 241, yang menyebutkan bahwa mantan istri berhak memperoleh nafkah berupa kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal dari mantan suami.

Tujuan utama masa iddah adalah untuk memastikan bahwa tidak ada kehamilan dari pernikahan sebelumnya serta memberikan waktu untuk proses penyesuaian diri. Lama masa iddah ditentukan selama tiga kali masa suci bagi wanita yang masih mengalami haid, dan tiga bulan bagi wanita yang tidak lagi mengalami haid.

2. Nafkah mut’ah

Pemberian nafkah ini berupa sesuatu hal yang lain dan dalam bentuk yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Karena hal ini berdasarkan penyesuaian kemampuan mantan suami dalam memberi nafkah tersebut kepada mantan istri, misalnya berupa uang ataupun barang.

Nafkah mut’ah telah diatur Al-Quran melalui surat Al-Baqarah ayat 236 yang berarti pemberian mut’ah sebagai bentuk tanggung jawab suami setelah perceraian dan besaran mut’ah tidak dapat ditentukan secara spesifik karena berdasarkan kemampuan mantan suami.

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ مَا لَمْ تَمَسُّوْهُنَّ اَوْ تَفْرِضُوْا لَهُنَّ فَرِيْضَةًۖ وَّمَتِّعُوْهُنَّ عَلَى الْمُوْسِعِ قَدَرُهٗ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهٗۚ مَتَاعًا ۢ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ

lâ junâḫa ‘alaikum in thallaqtumun-nisâ'a mâ lam tamassûhunna au tafridlû lahunna farîdlataw wa matti‘ûhunna ‘alal-mûsi‘i qadaruhû wa ‘alal-muqtiri qadaruh, matâ‘am bil-ma‘rûf, ḫaqqan ‘alal-muḫsinîn

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu (untuk tidak membayar mahar) jika kamu menceraikan istri-istrimu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Berilah mereka mut‘ah, bagi yang kaya sesuai dengan kemampuannya dan bagi yang miskin sesuai dengan kemampuannya pula, sebagai pemberian dengan cara yang patut dan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat ihsan.” (Qs. Al-Baqarah ayat 236)

Hak asuh anak

1. Penyerahan anak

Dalam ajaran Islam, hak pengasuhan anak akibat perceraian diatur berdasarkan usia anak. Bila anak masih di bawah tujuh tahun atau belum mencapai usia mumayyiz (belum mampu membedakan yang baik dan buruk), maka hak asuh lebih diutamakan diberikan kepada ibu. Namun, jika anak sudah melewati usia tersebut, yakni sekitar 12–17 tahun ke atas, maka hak asuh bisa beralih kepada ayah.

2. Pemberian nafkah anak

Mantan suami tetap memiliki tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan anak pasca perceraian. Kewajiban ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, makanan, kesehatan, dan tempat tinggal yang layak. Karena sejati-nya, tidak ada istilah mantan ayah ataupun mantan anak dalam hubungan keluarga.

3. Memperhatikan kepentingan anak

Keputusan terkait hak asuh anak sepenuhnya berada di tangan pengadilan, yang akan mempertimbangkan berbagai aspek demi kepentingan dan tumbuh kembang anak. Jika hak asuh dijatuhkan kepada ayah, maka ia berkewajiban merawat, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan pertimbangan terbaik untuk masa depan sang anak.

Hak harta gono gini

Segala hal yang berkaitan dengan harta gono-gini merujuk pada seluruh kekayaan yang diperoleh selama masa pernikahan dan dianggap sebagai milik bersama. Dalam ajaran Islam, pembagian harta ini harus berlandaskan pada prinsip keadilan dan kerja sama, agar pembagian-nya berjalan secara adil, misalnya mencakup aset seperti rumah, tanah, maupun tabungan.

Karena itu, penyelesaian terkait harta bersama ini idealnya melalui jalur pengadilan agar pembagian-nya lebih objektif dan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari sisi hukum agama maupun berdasarkan prinsip keadilan secara merata.

Baca juga: Ketika suami menjatuhkan talak, ini hak-hak istri menurut hukum

Baca juga: Bulan-bulan istimewa untuk menikah menurut syariat Islam

Baca juga: 10 hal yang perlu dipersiapkan sebelum menikah

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |