Jakarta (ANTARA) - Kesadaran tentang perlindungan hukum dalam pernikahan menjadi hal yang semakin penting untuk diketahui. Aturan hukum tersebut seperti surat perjanjian pra nikah atau perjanjian kawin.
Dalam pernikahan, tak hanya buku nikah yang menjadi dokumen aturan hukum untuk melindungi hak suami istri.
Terdapat surat perjanjian pranikah, namun aturan ini dibuat sendiri oleh pasangan sebelum melakukan pernikahan.
Surat perjanjian pranikah adalah dokumen yang berisi kesepakatan antar pasangan mengenai berbagai hal yang akan berlaku selama masa pernikahan, seperti terkait perjanjian tertentu, pengelolaan harta, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta pengaturan lainnya yang dianggap penting oleh kedua belah pihak.
Perjanjian ini bertujuan memberikan kepastian dan kesahan hukum, untuk mencegah perselisihan di kemudian hari, serta melindungi hak-hak kedua pasangan, baik selama pernikahan berlangsung maupun apabila terjadi hal yang tak diinginkan di masa depan.
Baca juga: Pengetahuan pra nikah bisa cegah perdagangan anak
Mayoritas pasangan membuat surat perjanjian pra nikah sebagai perlindungan antar pasangan jika terjadi perselingkuhan atau kematian.
Di mana pasangan membuat perjanjian yang secara umum berisi seperti istri atau suami yang melanggar atau ditinggal, akan memberi atau mendapatkan sebagian harta, peralihan nama kepemilikan aset, atau hak asuh anak.
Selain itu, surat perjanjian pra nikah dapat sebagai pemisah antara harta suami dan istri.
Seperti jika salah satu pihak menjalankan usaha pribadi, ada kesepakatan agar pasangan tidak ikut terdampak bila usaha tersebut mengalami kebangkrutan atau memiliki utang sebelum pernikahan, agar tanggung jawab pelunasannya tetap menjadi kewajiban masing-masing.
Kendati demikian, surat perjanjian pra nikah masih dianggap tabu atau hanya menguntungkan sebelah pihak saja oleh beberapa masyarakat. Padahal surat ini dapat menjadi perlindungan yang sah secara hukum.
Baca juga: Pentingnya vaksinasi pranikah cegah permasalahan kesehatan
Dasar hukum dan ketentuan surat perjanjian pra nikah
Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, surat perjanjian pra nikah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Di antaranya seperti pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa perjanjian kawin harus dibuat sebelum atau pada saat pernikahan dilangsungkan, dan dituangkan dalam akta notaris serta disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pada pasal 139 KUH Perdata, memperbolehkan para calon suami istri membuat perjanjian perkawinan untuk menyimpang dari aturan hukum mengenai harta bersama, selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan ketentuan lain yang pasti berlaku.
Kemudian, pasal 146 KUH Perdata tertulis bahwa surat perjanjian pra nikah bukan suatu hal yang wajib, jika tidak ingin. Tanpa ada perjanjian ini, harta benda atau pendapatan istri berada pada kuasa suami.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, terdapat perubahan penting yakni suami istri dalam perjanjian pra nikah, kini dapat dibuat baik sebelum atau selama perkawinan berlangsung.
Tentunya ini memberi ruang lebih luas bagi pasangan untuk membuat kesepakatan kapan pun diperlukan selama pernikahan.
Demikian arti surat perjanjian pra nikah serta dasar hukum dan ketentuannya. Surat perjanjian pra nikah ini dibuat sesuai prosedur kekuatan hukum, sehingga mengikat bagi kedua belah pihak dan dijadikan dasar politik dalam penyelesaian sengketa di pengadilan.
Baca juga: Bidan : Pentingnya periksa kesehatan jiwa bagi calon pengantin
Baca juga: Presiden tekankan pentingnya pencegahan stunting sejak masa pra-nikah
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025