Balikpapan (ANTARA) - Long Beliu merupakan sebuah kampung di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Rotan banyak tumbuh di daerah itu.
Di Kabupaten Berau yang dijuluki Bumi Batiwakkal itu tanaman rotan yang tumbuh liar memang gampang ditemukan.
Masyarakat di Long Beliu memahami bahwa tumbuhan itu merupakan bahan baku yang bisa dikreasikan menjadi kerajinan bernilai ekonomi melalui serangkaian proses seperti yang dilakukan sejumlah perempuan di sana.
Sebanyak 40 perempuan warga Kampung Long Beliu, yang memiliki keterampilan menganyam rotan menjadi berbagai barang olahan yang memiliki nilai seni dan ekonomi, memamerkan karyanya pada peresmian kampung itu sebagai Kampung Wisata, minggu kedua Februari.
Bersama kerajinan rotan yang tersusun rapi di meja, tersedia juga katalog yang memberikan sejumlah keterangan tentang barang yang dipamerkan beserta harganya.
“Ini sudah ada katalognya,” kata Helen, perempuan yang menjaga pameran itu sambil memberikan buku tipis berwarna coklat.
Pada halaman pertama katalog itu terpampang foto wadah seperti ember kecil dengan tutupnya dengan keterangan tinggi 11 cm dan garis tengah 10 cm, harganya Rp50.000.
Itu wadah serbaguna. Biasanya digunakan orang di kampung untuk menyimpan kweni atau untuk membawa dua liter beras baru digiling yang juga wangi untuk dihadiahkan kepada keluarga yang baru mendapat anak pertama dan tinggal di kota, demikian Hellen bercerita.
Barang lain yang dipamerkan di antaranya, wadah buah, tempat tisu, dan piring hiasan dinding. Katalog memberikan informasi lengkap beserta harganya. Dalam pameran itu juga ada anjat, alias ransel khas orang-orang pedalaman Kalimantan Timur.
Pada dasarnya, kata Hellen, hasil kerajinan rotan yang dipamerkan itu semuanya serbaguna dengan jaminan barang-barang itu kuat dan awet.
“Anyaman para perajin Kampung Long Beliu ini kualitas internasional, lho,” kata Asisten I Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Berau Muhammad Hendratno sambil menimang-nimang sejumlah kerajinan itu.
Menurut dia, kemampuan dan keterampilan tangan ibu-ibu Kampung Long Beliu itu patut dikembang dan ditularkan kepada generasi selanjutnya agar tidak punah.
Kemampuan menganyam rotan itu tentu saja sejalan dengan ciri khas Kabupaten Berau yang banyak ditumbuhi tanaman rotan.
Karbon untuk rotan
Pameran kerajinan rotan itu tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan Kampung Long Beliu mendapatkan dana kompensasi karbon.
Kampung itu pada Desember 2024 mendapat dana sebesar Rp349 juta sebagai kompensasi atas pengurangan emisi.
Menurut Kepala Kampung Long Beliu Juan Patrik Ajang, sepertiga dana tersebut dipakai untuk membiayai program yang telah direncanakan, termasuk pelatihan penyempurnaan teknik anyaman rotan dan juga studi banding ke Lombok, NTB.
“Memang beda rasanya bila punyai duit agak banyak,” kata Juan Patrik Ajang. Dengan dana yang ada, pemerintah kampung bisa menggerakkan Long Beliu lebih lincah.
Menurut pendamping masyarakat dari Yayasan Keanekaragaman Hayati (YKAN) Andi Wahyu Widayat, Lombok memberikan contoh mengelola industri rotan secara profesional, serta yang berkaitan dengan industri kerajinan. Itu sebabnya daerah tersebut menjadi tujuan studi banding.
Selain Cirebon dan Gresik, Lombok adalah pusat kerajinan rotan, sekalipun daerah-daerah itu bukan daerah penghasil rotan.
Para perajin di Lombok jadi tempat belajar karena mereka membuat banyak desain yang fungsional sesuai kebutuhan orang zaman sekarang, serta juga paham alur pemasaran dan membuat bisnis kriya terus berkelanjutan.
Jadi perajin dari Kampung Long Beliu belajar juga bagaimana produk kerajinan bisa mencapai peminat, kata Indra Wardhani dari Pilar Indonesia, lembaga yang juga mendampingi warga dalam urusan rotan dan kerajinan.
Kerajinan rotan Lombok, seperti yang berasal dari Desa Beleka, Lombok Tengah, bisa ditemui di toko-toko suvenir di Mataram dan di Bali. Menjadi oleh-oleh yang punya banyak peminat. Turis juga bisa datang ke kampung, melihat perajin menganyam rotan dan membeli langsung dari tangan pertama.
Studi banding itu juga memberikan pengetahuan dan wawasan bahwa ternyata anyaman rotan Long Beliu justru lebih rumit dan lebih estetis. Hal itu membuat rasa percaya diri serta semangat perajin Kampung Long Beliu menjadi lebih berlipat-lipat.
Uang dari program dana karbon itu juga akan dipakai untuk membangun tempat khusus, semacam rumah produksi yang menjadi tempat para perajin untuk berkreasi.
Selama ini, perajin menganyam rotan berpindah-pindah, bergiliran dari rumah ke rumah, ungkap Baun, seorang perempuan perajin rotan yang hari itu rumahnya jadi tempat berkumpul.
Kalau ada tempat tetap, kata dia, tentu menganyam lebih nyaman lagi dan bisa lebih produktif. Apalagi nanti rumah produksi dilengkapi berbagai alat yang dibutuhkan mengolah rotan dan galeri tempat memajang produk yang sudah jadi dan bisa dibeli.
Menurut Juan Patrik, menganyam rotan adalah bagian melestarikan alam. Soalnya, bahan baku kerajinan itu adalah rotan yang tumbuh liar dan banyak di hutan, di tebing dan lereng Sungai Kelay, Sungai Peteng dan Sungai Gie yang mengelilingi kampung.
“Kalau hutannya tidak ada, tidak akan ada juga rotan sega, rotan manau, rotan sabut. Kalau tidak ada rotan, tidak ada juga kriya berbahan dasar rotan,” katanya.
Jika itu terjadi, kata dia, tidak ada kerajinan rotan, tidak ada tikar, tidak ada hiasan dinding yang eksotis.. Maka bukan hanya satu mata pencaharian hilang, tapi juga satu adat, tradisi, dan budaya hilang. Identitas pun hilang.
Bahkan, tidak hanya kriya rotan Long Beliu yang akan kesulitan, tapi juga perajin di Lombok, Gresik dan Cirebon bakal kesulitan, sebab daerah itu mendatangkan rotannya dari Pulau Kalimantan.
Dengan kesadaran itulah, masyarakat Long Beliu siap menjaga hutan.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025