Antisipasi beban fiskal dari kebijakan THR dan gaji ke-13 ASN

4 hours ago 2
Tanpa peningkatan kualitas birokrasi, kebijakan ini berisiko dianggap sebagai beban fiskal yang tidak memberikan dampak nyata bagi publik.

Jakarta (ANTARA) - Ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 11 Tahun 2025 tentang kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 bagi aparatur negara oleh Presiden Prabowo seperti menjadi epilog yang apik dari polemik THR versus efisiensi anggaran.

Kabar ini membawa rasa lega tersendiri bagi 9,4 juta aparatur negara di pusat dan di daerah, termasuk PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), prajurit TNI dan Polri, para hakim, serta para pensiunan di seluruh Indonesia.

Presiden Prabowo saat mengumumkannya di Istana Merdeka, Jakarta, 11 Maret 2025, mengatakan bahwa THR akan dibayar dua pekan sebelum Hari Raya Idulfitri. Sedangkan, gaji ke-13 akan dibayar pada awal tahun ajaran baru sekolah yaitu pada Juni 2025.

Prabowo merinci besaran pemberian THR dan gaji ke-13 untuk ASN pusat, prajurit TNI/Polri, dan hakim meliputi gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan kerja.

Pada awalnya, bukan sekadar soal nominal yang dinantikan, tetapi juga berbagai spekulasi yang berkembang mengenai kemungkinan adanya pemangkasan atau bahkan pembatalan pembayaran gaji ke-13 atas alasan efisiensi anggaran.

Namun, dugaan tersebut terbukti meleset. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru memberikan sinyal kuat tentang komitmennya terhadap kesejahteraan aparatur negara dengan tidak hanya memastikan pembayaran penuh, bahkan juga mengeluarkan kebijakan tambahan berupa tunjangan kinerja (tukin) 100 persen yang diberikan saat Lebaran.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan Pemerintahan Prabowo memiliki concern yang baik kepada pekerja termasuk ASN.

Menurut Eko, kalau dikaitkan dengan efisiensi yang terjadi saat ini sebenarnya karena kewajiban dan memang anggaran THR dan gaji ke-13 bukan bagian dari target efisiensi. Sehingga hal yang wajar kalau kemudian pemerintah wajib memberikannya.

Kebijakan ini memang bukan sekadar soal angka dalam anggaran, tetapi juga menunjukkan perhatian lebih dari pemerintah terhadap ASN, TNI, dan Polri yang selama ini menjadi tulang punggung birokrasi dan keamanan nasional.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo juga sudah menegaskan pentingnya kesejahteraan aparatur negara agar mereka dapat bekerja dengan maksimal, menjaga stabilitas pemerintahan, serta memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Dengan kata lain, kebijakan ini bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang memastikan bahwa mesin pemerintahan tetap berjalan dengan optimal.

Baca juga: Ekonom: THR tegaskan komitmen negara jaga kesejahteraan ASN


Postur APBN

Namun, perlu diakui bahwa di balik keputusan yang berpihak pada aparatur negara ini, ada pertanyaan besar yang masih perlu dijawab. Bagaimana kebijakan ini berdampak terhadap postur APBN ke depan?

Apakah pengalokasian anggaran untuk THR, Gaji ke-13, dan bahkan tunjangan kinerja (tukin) 100 persen ini tidak akan mengorbankan sektor lain yang juga krusial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang telah menegaskan bahwa alokasi anggaran untuk THR aparatur sipil negara tahun 2025 telah disiapkan sebesar Rp49,4 triliun.

Sri Mulyani merinci, anggaran THR teralokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 melalui anggaran pada Kementerian/Lembaga (K/L), Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN), serta Transfer ke Daerah (TKD).

Namun kemudian, kritik utama yang sering muncul dari kebijakan fiskal seperti ini adalah bagaimana memastikan bahwa insentif kepada ASN tetap seimbang dengan kebutuhan rakyat secara lebih luas.

Di satu sisi, ASN, TNI, dan Polri memang memiliki peran strategis dalam pemerintahan dan keamanan negara. Namun, di sisi lain, kelompok masyarakat pekerja informal dan buruh di sektor swasta juga tengah menghadapi tantangan ekonomi yang berat.

Kebijakan yang terlalu berfokus pada aparatur negara bisa saja memunculkan kesenjangan sosial jika tidak disertai dengan strategi yang menyeluruh.

Oleh karena itu, kebijakan ini sebaiknya diimbangi dengan langkah konkret lain yang dapat memperkuat daya beli masyarakat secara lebih luas, bukan hanya bagi mereka yang berada dalam sistem pemerintahan.

Solusi yang dapat ditawarkan adalah mendorong kebijakan insentif bagi sektor swasta agar mereka juga dapat memberikan THR dan tunjangan yang layak kepada karyawannya.

Pemerintah misalnya bisa mempertimbangkan relaksasi pajak atau skema subsidi tertentu bagi usaha kecil dan menengah yang terdampak ekonomi agar dapat memberikan kesejahteraan lebih bagi para pekerjanya.

Dengan begitu, kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh ASN, tetapi juga oleh masyarakat umum yang turut serta dalam roda perekonomian nasional.

Selain itu, pemerintah juga perlu lebih transparan dalam menyampaikan sumber pendanaan kebijakan ini.

Jika pembayaran THR, Gaji ke-13, dan tukin 100 persen memang telah diperhitungkan dalam struktur APBN tanpa mengorbankan sektor lainnya, maka publik harus diberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai bagaimana mekanisme anggaran ini bekerja.

Keterbukaan informasi akan menghilangkan spekulasi liar yang sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan hoaks.

Baca juga: Ekonom: Keputusan THR tunjukkan pemerintah prioritaskan hak ASN


Reformasi Birokrasi

Langkah berikutnya yang bisa dilakukan adalah mengaitkan kebijakan ini dengan reformasi birokrasi yang lebih mendalam.

Jika kesejahteraan ASN meningkat, maka ekspektasi terhadap peningkatan kinerja mereka juga harus lebih tinggi. Insentif yang diberikan harus sebanding dengan reformasi dalam pelayanan publik yang lebih cepat, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Tanpa peningkatan kualitas birokrasi, kebijakan ini berisiko dianggap sebagai beban fiskal yang tidak memberikan dampak nyata bagi publik.

Presiden Prabowo telah menunjukkan bahwa ia memiliki perhatian khusus terhadap aparatur negara, tetapi untuk menjaga keseimbangan dalam kebijakan ekonomi, kebijakan ini harus diiringi dengan strategi yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Jika tidak, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang menimbulkan kecemburuan sosial di tengah rakyat.

Langkah yang harus diambil selanjutnya adalah memastikan bahwa anggaran yang digunakan untuk pembayaran THR dan Gaji ke-13 ini tidak menghambat agenda pembangunan lainnya.

Pemerintah harus membuktikan bahwa kebijakan ini bukan sekadar populisme fiskal, tetapi merupakan bagian dari strategi ekonomi yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Dengan demikian, kebijakan ini bisa menjadi momentum yang baik untuk menunjukkan bahwa negara hadir tidak hanya untuk aparatur negara, tetapi juga untuk seluruh rakyatnya.

Perhatian terhadap ASN, TNI, dan Polri memang penting, tetapi kebijakan ini akan lebih sempurna jika diiringi dengan kebijakan tambahan yang berpihak pada sektor swasta, pekerja informal, dan masyarakat luas.

Dengan pendekatan yang lebih komprehensif, kebijakan ini tidak hanya menjadi keputusan fiskal semata, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam membangun ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Baca juga: Sri Mulyani alokasikan Rp49,4 triliun untuk THR ASN 2025

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |