Anggota DPR: Tambahan gaji kepala daerah bukan solusi cegah korupsi

2 hours ago 1
“Pencegahan korupsi di daerah harus dilakukan dengan sistem, bukan pendekatan personal pejabat. Membangun sistem antikorupsi di daerah itu by law bukan by person,”

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai usulan penambahan insentif atau gaji bagi kepala daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan solusi ideal untuk mencegah tindak korupsi.

Sebab dalam praktiknya, menurut dia, insentif bagi kepala daerah yang diambil dari persentase PAD telah berjalan lama, yakni sejak tahun 2000. Pencegahan korupsi dan pemberian dana insentif, kata dia, merupakan dua hal yang berbeda.

“Pencegahan korupsi di daerah harus dilakukan dengan sistem, bukan pendekatan personal pejabat. Membangun sistem antikorupsi di daerah itu by law bukan by person,” kata Khozin di Jakarta, Rabu.

Dia menilai pencegahan korupsi di lingkungan pemerintah daerah harus dilakukan dengan sistem yang dimulai dari hulu. Ia menyebut, momentum perubahan UU Pilkada dan UU Pemilu dapat menjadi momentum perbaikan dari sisi hulu.

“Momentum perubahan UU Pilkada dapat menjadi pintu masuk untuk melakukan perbaikan sistem yang dimulai dari sisi hulu,” kata dia.

Dia menjelaskan bahwa dana insentif kepala daerah yang parameternya PAD di tiap-tiap daerah telah berjalan lama sejak 25 tahun silam, tepatnya diawali dari terbitnya PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Menurut dia, insentif itu diberikan sebagai bagian dari stimulus atas kinerja kepala daerah. Ia memaparkan, dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) PP Nomor 109 Tahun 2000 telah diatur secara terperinci mengenai persentase dana insentif yang diterima kepala daerah atas capaian PAD di masing-masing daerah.

“Filosofi dana insentif kepada Kepala Daerah merupakan penghargaan sekaligus stimulus untuk meningkatkan PAD yang tujuan utamanya agar lahir kemandirian fiskal di daerah,” kata dia.

Baca juga: Anggota DPR minta OIKN merespons usai IKN dikritik media asing

Baca juga: Komisi II akan panggil Kemendagri-Pemda soal Rp234 triliun di bank

Baca juga: Legislator PKB minta KPI-Dewan Pers usut tayangan soal pesantren

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |