Yogyakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menegaskan politik luar negeri Indonesia harus tampil percaya diri sebagai kekuatan kawasan, bukan sekadar berjalan di tempat.
"Bebas aktif bukan berarti netral pasif. Justru kita harus berani bicara, hadir, dan terlibat dalam penyelesaian konflik," ujar Havas saat menyampaikan kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Jumat.
Havas menuturkan sejak 1945 politik luar negeri Indonesia berpijak pada prinsip "bebas aktif" yang artinya bebas menentukan sikap sesuai kepentingan nasional, serta aktif memperjuangkan perdamaian dunia.
Menurutnya, prinsip tersebut tidak pernah kehilangan relevansi hingga saat ini.
Havas mengatakan letak geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan dua samudra menjadikan bangsa ini tidak bisa menutup diri dari dinamika global.
"Kapal lewat kita, pesawat lewat kita, bahkan polusi pun lewat kita. Artinya, kita tidak bisa hanya berpikir ke dalam negeri," ucapnya.
Baca juga: Ketua MPR: Politik luar negeri yang dimainkan Prabowo makin berwibawa
Menurut dia, diplomasi yang dijalankan Presiden Prabowo ke berbagai negara hingga kehadiran tamu negara di Indonesia menunjukkan proyeksi kekuatan yang diakui dunia.
"Begitu juga tamu-tamu negara yang datang ke Indonesia. Itu menunjukkan bahwa kita tidak hanya hadir, tetapi juga didatangi, artinya kita dihargai. Inilah wujud proyeksi kekuatan yang harus kita teruskan sesuai amanat konstitusi," ujar dia.
Havas kemudian menganalogikan politik luar negeri Indonesia seperti burung Garuda dengan cakar menancap di tanah air, dada di ASEAN, sayap kiri merentang ke Asia Selatan, Timur Tengah, dan Eropa, sayap kanan ke Pasifik dan Amerika Serikat, serta kepala menatap ke Asia Timur.
"Garuda itu tegak, kokoh, dan percaya diri. Diplomasi kita pun harus begitu: berani terbang tinggi, tapi tetap membawa nilai-nilai yang kita yakini," katanya.
Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, menurut dia, Indonesia sudah semestinya tampil percaya diri sebagai negara demokrasi besar di dunia.
"Inti dari 'foreign policy' kita tetap sama, DNA-nya adalah bebas aktif. Yang kita lakukan hari ini adalah mendefinisikan kepentingan nasional kita, lalu memperjuangkannya," tutur dia.
Baca juga: Wamenlu tegaskan polugri bebas aktif tidak sama dengan netral
Baca juga: DPR perkuat peran diplomasi demi dukung kebijakan politik luar negeri
Baca juga: Kebijakan politik luar negeri dan sebuah keberlanjutan
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.