Wamenko Kumham: Revisi UU Hak Cipta beri kepastian hukum soal royalti

1 month ago 15

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas) Otto Hasibuan menilai revisi Undang-Undang (UU) Hak Cipta memberikan kepastian hukum mengenai royalti, baik bagi pencipta, masyarakat, konsumen, pemakai lagu, kafe, maupun restoran.

Dia menuturkan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta belum mengatur royalti dengan jelas, salah satunya mengenai adanya pidana yang langsung dikenakan apabila tidak adanya pembayaran royalti.

"Itu kan harus ada ketegasan-ketegasan. Tidak bisa begitu," ujar Otto saat ditemui usai acara LAWASIA Belt and Road Initiative and Employment Law Conference 2025 di Jakarta, Senin.

Otto menjelaskan berdasarkan UU Hak Cipta, pengusaha wajib membayar royalti apabila memutar lagu di ruang publik komersial, yang selama ini dipungut oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Namun dalam perjalanannya, sambung dia, terkadang terdapat kasus di mana tak hanya LMKN yang memungut royalti, tetapi juga para pencipta lagu.

Padahal berdasarkan UU, dikatakan bahwa pihak yang seharusnya memungut royalti merupakan LMKN, tanpa memerlukan surat kuasa dari pencipta lagu.

Lebih lanjut, baru lah royalti didistribusikan oleh LMKN kepada para pencipta, penyanyi, maupun pemilik hak terkait lagu yang diputar.

"Jadi ini ada yang nggak beres kan? Nggak bisa ditetapkan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Otto mengatakan terdapat pula permasalahan mengenai kewajiban pembayaran royalti pada suatu acara, yang seharusnya dibayarkan oleh pihak penyelenggara, namun ditagihkan beberapa pihak lain kepada penyanyi lagu di acara tersebut.

Dengan demikian, dirinya berharap revisi UU Hak Cipta bisa disegerakan dengan mengundang semua partisipan, baik penyanyi, pencipta, penyelenggara acara, maupun pengusaha.

Dalam pembahasannya, Wamenko menyampaikan pemerintah juga akan memberi masukan mengenai revisi UU Hak Cipta nantinya.

Di sisi lain, diharapkan pula adanya penjelasan kepada masyarakat terkait pembayaran royalti pemutaran lagu di ruang publik komersial agar tidak meresahkan publik.

"Karena sebenarnya yang wajib membayar ini pelaku usaha kafe atau restoran," ucap Otto.

Baca juga: PHRI Banyumas minta penarikan royalti lagu tidak terburu-buru

Baca juga: Menkum inisiasi Protokol Jakarta untuk transparansi royalti global

Baca juga: Pakar hukum: Aturan royalti perlu diperjelas dengan regulasi tegas

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |