Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Harian Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) membahas standar operasional prosedur terkait kesehatan dan berbagai persoalan lintas kementerian/lembaga untuk memperbaiki tata kelola program prioritas nasional tersebut.
"Beberapa hal kami bahas, terutama soal 19 SOP kesehatan, penyusunan menu, dan pelaksanaan distribusi MBG bagi balita, ibu hamil dan ibu menyusui, serta penyusunan kelompok kerja penyiapan bahan baku program MBG," kata Ketua Harian Tim Koordinasi MBG Nanik Sudaryati Deyang dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Ia menegaskan, untuk melaksanakan program tersebut, BGN tentu tidak bisa berdiri sendiri karena alokasi anggaran terlalu besar dan banyak hal yang berkaitan dengannya.
Baca juga: Pemerintah perkuat tata kelola Program MBG lewat tim koordinasi khusus
Nanik juga memaparkan tentang persoalan pasokan bahan pangan untuk pelaksanaan Program MBG yang harus diantisipasi bersama. Sebab, dengan 14.299 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang saat ini beroperasi dengan penerima manfaat mencapai 40 juta orang, permintaan bahan pangan dari dapur-dapur MBG itu menyebabkan kenaikan harga ayam, telur, beberapa jenis sayuran dan buah.
"Kalau tidak segera diantisipasi, yang akan meledak adalah soal penyediaan bahan baku," ujarnya.
Menurutnya, semua kementerian dan lembaga harus ikut terlibat dalam mengantisipasi persoalan pasokan bahan pangan.
"Tidak masalah jika kemudian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) misalnya memerintahkan kader posyandu untuk beternak ayam atau menanami pekarangan dengan sayuran, pisang, buah-buahan dan sebagainya," paparnya.
Di tahun 2026 nanti, ditargetkan 83 juta siswa, balita, ibu hamil dan ibu menyusui telah menerima MBG setiap hari. Kementerian Sosial juga mengusulkan agar para lansia dan difabel mendapatkan MBG, dan Presiden telah menyetujui.
Dalam rapat tersebut, terdapat beberapa usulan, misalnya dari perwakilan Kementerian Pendudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN tentang perbaikan tata kelola, pola distribusi, maupun varian menu MBG untuk balita, ibu hamil dan ibu menyusui.
Baca juga: BGN verifikasi berlapis 14.403 SPPG yang siap beroperasi
Sedangkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan tentang perkembangan jumlah SPPG yang telah memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), di mana berdasarkan data, dari 14 ribu lebih SPPG di seluruh Indonesia yang sudah beroperasi, baru ada 4.590 yang mengajukan permohonan SLHS. Sementara 1.218 SPPG sudah mendapatkan SLHS.
Persoalan yang dihadapi SPPG-SPPG dalam pengajuan SLHS, adalah hasil laboratorium yang masih menunjukkan adanya bakteri e-coli di air, serta pemenuhan persyaratan fisik Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Oleh karena itu, Kemenkes mengajukan 19 SOP yang harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap SPPG.
"BGN dan Kemenkes harus duduk bersama membahas 19 SOP ini agar dapur-dapur yang dihentikan sementara bisa beroperasi lagi," kata Nanik.
Sementara itu, perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melaporkan, dari kesepakatan dengan Kementerian Desa, 20 persen dana desa disiapkan untuk program ketahanan, yakni membina petani, peternak, dan nelayan untuk memproduksi bahan pangan yang akan disalurkan ke program MBG
Kemudian, wakil dari Kementerian Agama melaporkan, hingga saat ini, 29 pesantren telah memiliki SPPG, 270 pesantren mendapatkan MBG dari SPPG-SPPG di sekitar pesantren-pesantren, sementara total jumlah santri yang telah menerima MBG sebanyak 337.442 juta jiwa.
Baca juga: BGN-BPS kerja sama ukur keberhasilan MBG terhadap pertumbuhan ekonomi
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































