Tenaga Ahli Menteri ESDM dukung kesiapan AESI bangun PLTS 100 GW

6 days ago 9

Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Menteri ESDM Satya Hangga Yudha Widya Putra mendukung kesiapan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sesuai target pemerintah sebesar 100 gigawatt (GW).

"Kami menyambut baik optimisme ini, pandangan dan dukungan dari pelaku industri sangat penting," katanya saat menerima kunjungan pengurus AESI di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, sebagaimana dikutip dari keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ketua Umum AESI Mada Ayu Habsari mengatakan mereka siap mendukung program pemerintah tersebut.

Menurut dia, pasar PLTS menunjukkan animo yang luar biasa.

Dulunya, PLTS terpasang di Indonesia hanya 143 MW, kini lebih dari 1 GW.

Pada Juni 2024, AESI hanya memiliki 63 perusahaan. Dengan adanya fokus baru pada PLTS, Mada memperkirakan jumlah pelaku industri di Indonesia bisa mencapai 500 perusahaan.

Mada juga menambahkan program Presiden Prabowo Subianto membangun PLTS 100 GW ini menjanjikan multiplier effect yakni penciptaan green job untuk tenaga kerja instalasi hingga manufaktur, peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), dan investasi baru manufaktur sel surya.

"Kalau program Pak Presiden Prabowo ini bisa berhasil, maka multiplier effect-nya itu banyak sekali. Green job sudah pasti, kemudian kenaikan TKDN lokal, investasi untuk manufaktur, itu pasti akan meningkat," katanya, menjelaskan.

Pada kesempatan itu, Hangga mengatakan struktur biaya PLTS setiap negara berbeda, dipengaruhi topografi, demografi, hingga kondisi cuaca, yang semuanya memengaruhi struktur harga.

Untuk menentukan feed-in-tariff yang sesuai bukan hal yang mudah mengingat ada banyak faktor yang memengaruhi.

"Kita harus melihat dari segi keekonomian. Karena setiap provinsi, kabupaten/kota ada struktur harganya. Kami harus mengetahui harganya berapa on average," katanya.

Hangga juga mengatakan program 100 GW tersebut mendukung program dedieseliasasi, terutama di wilayah 3T yakni terdepan, terluar, dan tertinggal, yang harga pembangkit listriknya masih tinggi dan kurang ramah lingkungan.

Ia berharap program 100 GW ini dapat menghasilkan multiplier effect seperti tambahan lapangan pekerjaan, penghasilan, dan technology dan knowledge transfer bagi perekonomian nasional.

Sementara itu, Rama Dinara dari AESI menambahkan Indonesia memiliki kapasitas produksi modul surya antara 8 hingga 10 GW per tahun.

"Meskipun harga domestik saat ini tidak lebih murah dari Tiongkok, industri lokal siap bersaing, asalkan ada kompensasi melalui ketentuan TKDN," ujar dia.

Mada melanjutkan pihaknya ingin melakukan sosialisasi ke publik yang sering membandingkan harga PLTS dengan harga jual modul murah di pasar.

AESI juga melihat simulasi biaya dari negara lain, seperti India, yang bisa mencapai 3 sen/kWh karena adanya insentif besar dari pemerintah, seperti transmisi dan baterai gratis, dan insentif belanja modal atau capital expenditure (capex).

Untuk itu, AESI tengah mengusulkan kajian waterfall chart yang melihat sejauh mana capex PLTS agar harga di Indonesia menjadi kompetitif.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |