Jakarta (ANTARA) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan bahwa Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang berlangsung pada 1825-1830 merupakan upaya mempertahankan keberadaan bangsa yang juga melibatkan masyarakat hingga budaya.
“Perang Diponegoro melibatkan berbagai lapisan masyarakat, bangsawan, ulama, petani, dan rakyat bersatu melawan penjajah. Menariknya, tradisi Jawa juga turut mewarnai cara berperang,” ujar Sri Sultan dalam webinar yang dipantau secara daring dari Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan bahwa sejarawan mencatat adanya integrasi antara seni dan peperangan, misalnya untuk gamelan dan tarian perang yang mengobarkan semangat.
“Hal ini menunjukkan perpaduan budaya dengan keterampilan bela diri masyarakat Jawa,” tegasnya.
Baca juga: Perpusnas: Peringatan ke-200 Perang Jawa momen refleksi nasionalisme
Selama lima tahun perang yang menguras sumber daya antara kedua belah pihak, Diponegoro dengan siasat gerilya dan kolonial menggunakan siasat licik untuk menangkap sang pahlawan. Meski ditangkap kolonial, catatan perjalanan pengasingan Diponegoro mengungkapkan bahwa kepribadiannya tetap teguh dan berwibawa.
Sri Sultan mengatakan bahwa perjuangan Diponegoro tersebut menjadi sebuah nilai yang tampak setelah jarak sejarah memisahkan.
Ia juga menilai Perang Diponegoro meninggalkan nilai dan ajaran leluhur yang relevan yang menekankan tingkah laku seorang pemimpin agar senantiasa memelihara watak yang sabar menahan diri, teliti dan berhati-hati dan menjauhi sifat tercela.
Baca juga: 200 tahun Perang Jawa, Kemenbud akan buat film Pangeran Diponegoro
“Seorang pemimpin dituntut mengendalikan hawa nafsunya, antara lain dengan mengurangi kemewahan, disiplin dalam makan dan tidur demi mencapai kejernihan batin,” katanya lagi.
Perang Diponegoro juga membuktikan nilai-nilai lokal dan religi dapat menjadi landasan kuat untuk melawan dominasi asing.
Yogyakarta, lanjut dia, menjadi pusat kebudayaan Jawa yang hidup dan turut melestarikan tradisi-tradisi keraton, upacara adat, hingga karya-karya sastra klasik.
“Seperti halnya perang besar lain di dunia yang meninggalkan memori sosial mendalam, perang Diponegoro juga membentuk cara pandang kita hingga hari ini yang mengajarkan tentang mahalnya harga sebuah kemerdekaan dan pentingnya persatuan,” tukas Sultan.
Baca juga: 200 tahun Perang Jawa dan warisan semangat Diponegoro
Baca juga: Menbud: penting refleksi sejarah Perang Jawa untuk jati diri bangsa
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.