Sejarah awal mula disyariatkannya Ibadah Haji

5 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat secara fisik dan finansial. Kewajiban ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan panggilan spiritual yang telah disyariatkan jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Sejarah mencatat bahwa ibadah haji telah dilakukan sejak masa Nabi Adam ‘alaihissalam. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Nabi Adam berjalan kaki dari daratan India menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sesampainya di Baitullah, Malaikat Jibril menyambutnya dan mengabarkan bahwa para malaikat telah melakukan thawaf di tempat tersebut selama ribuan tahun.

Ulama sepakat bahwa kewajiban ibadah haji ditegaskan dalam Al-Qur’an maupun hadits. Allah SWT berfirman dalam QS Ali ‘Imran ayat 97:

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”

Baca juga: Pemerintah siapkan 300 hotel di Arab Saudi layani jamaah haji

Rasulullah SAW juga menegaskan kewajiban tersebut dalam sabdanya:

“Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji” (HR Muslim).

Terkait kapan disyariatkannya haji dalam Islam, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Ada yang menyebut ibadah haji diwajibkan pada tahun ke-10 Hijriah, ada pula yang menyatakan sebelum hijrah ke Madinah. Namun, pendapat yang paling masyhur dan diterima secara luas menyebutkan bahwa kewajiban haji ditetapkan pada tahun keenam Hijriah.

Secara terminologi, haji berarti menyengaja atau bermaksud menuju Baitullah untuk melakukan serangkaian ibadah tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Hukum menunaikan haji adalah fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat wajib, seperti Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu.

Selain sebagai ibadah individual, haji juga memiliki nilai sosial dan spiritual yang tinggi. Menurut Syekh Khatib asy-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj, haji mencerminkan dua aspek penting dalam agama: sebagai bentuk penghambaan kepada Allah dan ungkapan syukur atas nikmat-Nya. Hal ini tercermin dalam ihram, saat jemaah menanggalkan segala atribut duniawi dan menunjukkan kesederhanaan serta kepasrahan total kepada Tuhan.

Lebih jauh, Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh menyebut bahwa haji adalah ajang persatuan umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Ribuan bahkan jutaan Muslim dari berbagai latar belakang budaya, ras, dan bangsa berkumpul di satu tempat, mengenakan pakaian yang sama, mengucapkan bacaan yang sama, dan memiliki tujuan yang sama: mencari ridha Allah SWT.

Baca juga: Presiden resmikan Terminal Khusus Haji dan Umrah di Bandara Soetta

Persatuan ini menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Dalam ibadah haji, umat Islam berbagi pengalaman spiritual dan informasi tentang kondisi keagamaan dan sosial di negara masing-masing. Inilah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah, yang tidak mengenal batas geografis maupun status sosial.

Hikmah lainnya dari ibadah haji juga tampak dalam pemilihan kota Makkah sebagai tempat pelaksanaan. Makkah merupakan tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW dan kota pertama tempat Islam disebarkan. Ka’bah yang berada di kota ini menjadi kiblat seluruh umat Islam dan simbol tauhid yang menyatukan umat dari seluruh dunia.

Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Hajj ayat 28:

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan.”

Dengan demikian, sejarah dan hikmah disyariatkannya ibadah haji tidak sekadar menjadi kewajiban spiritual, tetapi juga mencerminkan kekuatan persatuan, kebersamaan, dan solidaritas global umat Islam. Haji adalah manifestasi nyata dari ajaran Islam yang inklusif, penuh kasih, dan menembus sekat-sekat perbedaan duniawi.

Sayangnya, sebagian umat Islam hanya memahami ibadah haji sebagai kewajiban semata tanpa menyadari manfaat dan pesan universal di baliknya. Padahal, dengan memahami makna mendalam dari ibadah ini, umat Islam dapat memperkuat ikatan spiritual dan sosial dalam skala global, demikian mengutip Kementerian Agama (kemenag.go.id)

Baca juga: Erick Thohir: Terminal Haji bukti pemerintah beri pelayanan terbaik

Baca juga: Resmikan Terminal Haji, Prabowo berkomitmen layani 2,2 juta jamaah

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |