Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi data ekonomi Amerika Serikat (AS) lebih kuat dari perkiraan.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Kamis di Jakarta melemah sebesar 42 poin atau 0,25 persen menjadi Rp16.726 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.684 per dolar AS.
“Indikator sektor perumahan AS melampaui ekspektasi pada Agustus 2025, dengan Penjualan Rumah Baru naik menjadi 800 ribu dari 664 ribu dan Izin Mendirikan Bangunan meningkat menjadi 1,33 juta dari 1,31 juta, menunjukkan permintaan konsumen yang kuat,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, hal ini semakin mengurangi kemungkinan pemotongan suku bunga Fed yang agresif di masa mendatang.
Pasar juga tak terlalu merespons rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) AS yang lebih lemah dari perkiraan. Para investor menganggap data tersebut kurang mengkhawatirkan, mengingat indeks masih berada di wilayah ekspansif, yakni di atas 50.
Selain itu, sentimen juga berasal dari pernyataan kurang dovish dari Presiden Fed San Francisco Mary Daly yang menyatakan pemotongan suku bunga kebijakan lebih lanjut mungkin masih diperlukan yang harus dibarengi dengan sikap kehati-hatian.
Adapun Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengisyaratkan keraguan untuk pemotongan suku bunga tambahan dengan alasan ketidakpastian terkait apakah tren inflasi baru-baru ini bersifat sementara atau berlangsung lama.
“Komentar-komentar ini mengindikasikan bahwa beberapa anggota FOMC (Federal Open Market Committee) masih ragu-ragu untuk pelonggaran lebih lanjut,” ungkap Josua.
Baca juga: Rupiah pada Kamis pagi melemah jadi Rp16.726 per dolar AS
Baca juga: Rupiah menguat seiring komentar petinggi The Fed terkait suku bunga
Baca juga: Rupiah diprediksi melemah, pasar "wait and see" jelang rilis PCE AS
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.