Jakarta (ANTARA) - Menteri Sekretaris Negara dan Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) menggugat PT Indobuildco untuk mengosongkan dan mengembalikan bidang tanah dan seluruh bangunan Hotel Sultan kepada negara.
Kuasa hukum Mensesneg dan PPKGBK Kharis Sucipto menegaskan perbuatan PT Indobuildco, yang saat ini masih menggunakan, menguasai, dan mengomersialisasikan tanah eks Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 26/Gelora dan eks HGB Nomor 27/Gelora, merupakan perbuatan melawan hukum karena kedua HGB tersebut telah berakhir.
"Kami mengajukan gugatan rekonvensi terhadap PT Indobuildco agar dihukum melakukan perbuatan melawan hukum sebab masih menguasai, menempati, dan mengomersialisasi tanah tersebut padahal haknya telah berakhir," jelas Kharis dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Selain hak Indobuildco telah berakhir, kata dia, perlu ditekankan bahwa permohonan pembaruan dua HGB, yang sebelumnya diajukan oleh Perseroan, telah dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada 13 Desember 2023.
Ia menjelaskan Indobuildco tidak memperoleh rekomendasi atau izin tertulis dari Mensesneg casu quo (cq) PPKGBK sebagai pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahkan pada 4 Oktober 2023, sambung Kharis, Izin Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Penggunaan Ruang atas nama PT Indobuildco untuk mengoperasikan Hotel Sultan dan Apartemen telah dibatalkan Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta.
Dalam rangka meneguhkan dalil bahwa PT Indobuildco wajib mengosongkan tanah eks HGB berikut seluruh bangunan yang melekat di atasnya sejak berakhirnya kedua HGB dimaksud pada 3 April 2023 dan 3 Maret 2023, Mensesneg dan PPKGBK menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Anwar Borahima dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (14/10).
Dalam persidangan, Prof. Anwar menjelaskan setelah berakhirnya HGB suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan bidang tanah eks HGB.
Dengan begitu, lanjut dia, badan hukum dimaksud tidak lagi berhak untuk melakukan perbuatan hukum apa pun di atas tanah eks HGB, baik menguasai, menempati, mengambil keuntungan, dan lain-lain.
Ia turut menambahkan apabila badan hukum tersebut masih melakukan perbuatan hukum di atas tanah eks HGB maka badan hukum dimaksud telah melanggar hukum karena perbuatan dilakukan tanpa hak, melanggar hak orang lain, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, bahkan dapat merugikan orang lain, dalam hal itu merupakan pemegang HPL.
Baca juga: Ahli sebut badan usaha wajib bayar royalti jika gunakan tanah HPL
Baca juga: Hotel Sultan digugat bayar royalti Rp742,5 miliar gunakan lahan negara
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.