Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan meresmikan Program Pengampuan Layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Jawa Barat, mengoptimalisasi rumah sakit rujukan nasional, jejaring fasilitas kesehatan di daerah dalam penurunan angka kematian ibu-bayi baru lahir serta penurunan prevalensi stunting.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa isu angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) bukan sekadar persoalan data, melainkan menyangkut keselamatan nyawa. Menurutnya, jika Jawa Barat bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi, maka angka nasional juga ikut turun, mengingat 17 persen kematian ibu dan bayi terjadi di Jawa Barat.
Budi juga turut mengapresiasi capaian Jawa Barat dalam menurunkan angka stunting, yang kini berada di 15,9 persen, jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 19,8 persen.
“Ini luar biasa karena penduduk Jawa Barat paling banyak, ibu hamil paling banyak,” ujarnya.
Dalam keterangan yang sama, Direktur Jenderal Kesehatan Layanan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi menjelaskan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi pertama penerapan program karena tingginya beban AKI-AKB serta kualitas sistem pelaporan fasyankes yang sudah baik, yakni di atas 90 persen.
“Tiga kabupaten dengan beban kematian tertinggi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bandung, akan menjadi fokus intervensi. Masing-masing akan didampingi oleh rumah sakit pengampu nasional: RS Harapan Kita Ibu dan Anak, RSCM, dan RSHS,” dia menjelaskan.
Endang menyebutkan, sebanyak 12 puskesmas dan jejaring fasyankes tingkat pertama akan dilibatkan. Fokus pengampuan mencakup standardisasi standar prosedur operasional (SOP) klinis, penguatan sistem rujukan, pelatihan berkelanjutan, hingga mentoring langsung oleh RS pengampu.
Pihaknya menargetkan keberhasilan di Jawa Barat sebagai model nasional yang dapat direplikasi di seluruh provinsi melalui pendekatan berbasis data, kolaborasi, dan lintas sektor.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menekankan pentingnya pendekatan promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan. Dia pun mengusulkan sejumlah kebijakan preventif, seperti pemeriksaan kesehatan pranikah, bekal makanan sehat dari rumah untuk anak sekolah, dan sertifikasi kesehatan bagi pedagang jajanan sekolah.
“Kesehatan masyarakat tak bisa hanya mengandalkan fasilitas rumah sakit. Ia harus dibangun dari rumah, sekolah, dan lingkungan,” ujar Dedi.
Baca juga: Kemenkes optimis prevalensi stunting turun ke angka 5 persen pada 2045
Baca juga: Kemenkes: Prevalensi stunting Bali terrendah di RI, hanya 8,7 persen
Baca juga: Menkes: Adopsi AI dalam inovasi medis bantu bangun sistem kesehatan
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025