Jakarta (ANTARA) - Pasca wafatnya Paus Fransiskus pada Senin Paskah, 21 April 2025, perhatian dunia Katolik kini tertuju pada proses konklaf yang akan memilih pemimpin tertinggi Gereja Katolik selanjutnya. Salah satu nama yang mencuat sebagai calon kuat adalah Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson, seorang prelatus senior asal Ghana.
Jika terpilih, Turkson akan mencatat sejarah sebagai paus kulit hitam pertama dalam sejarah Gereja Katolik.
Kardinal berusia 76 tahun ini lahir pada 11 Oktober 1948 di wilayah barat Ghana dari sebuah keluarga besar yang terdiri atas sepuluh anak. Ia memulai pendidikan seminari di Ghana dan New York, kemudian melanjutkan studi di Institut Alkitab Kepausan (Pontifical Biblical Institute) di Roma, tempat ia meraih lisensiat dan doktorat dalam bidang studi Kitab Suci.
Perjalanan kepemimpinan Turkson di Gereja Katolik dimulai ketika Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya menjadi Uskup Agung Cape Coast pada tahun 1992. Pada tahun 2003, ia menjadi kardinal pertama dalam sejarah Ghana.
Kariernya semakin menonjol saat Paus Benediktus XVI memanggilnya ke Vatikan pada 2009 untuk memimpin Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, sebuah lembaga yang berperan penting dalam mempromosikan keadilan sosial, hak asasi manusia, dan perdamaian dunia. Dalam kapasitas tersebut, ia kerap hadir di berbagai forum internasional, termasuk Forum Ekonomi Dunia di Davos.
Baca juga: Gereja Katedral Makassar doa rosario bagi mendiang Paus Fransiskus
Pada masa kepemimpinan Paus Fransiskus, Turkson dipercaya menjadi prefek pertama dari Dikasteri untuk Promosi Pembangunan Manusia Integral yang baru dibentuk pada 2016. Namun, pada 2021, ia mengundurkan diri dan kemudian diangkat sebagai Kanselir Akademi Kepausan untuk Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Sosial.
Turkson dikenal sebagai sosok moderat yang dihormati dalam Gereja Katolik. Ia menguasai empat bahasa asing, yaitu Jerman, Prancis, Italia, dan Inggris, serta memiliki pandangan global yang luas. Ia juga menjadi salah satu tokoh penting dalam konklaf tahun 2013 yang akhirnya memilih Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus Fransiskus.
Meski berasal dari kawasan dengan pandangan konservatif terhadap isu-isu sosial, Turkson kerap menyuarakan sikap kritis terhadap kebijakan anti-LGBTQ+ di Afrika. Ia juga dikenal sebagai pendukung keadilan iklim dan aktif dalam kampanye-kampanye sosial.
Dalam wawancara dengan BBC pada 2023, Turkson mengaku bahwa dirinya mendoakan agar ia tidak terpilih menjadi paus. Namun, pengamat menilai intensitas keterlibatannya dalam media dan kegiatan Gereja menunjukkan bahwa ia tetap menjadi salah satu kandidat paling disorot dalam pemilihan Paus kali ini.
Turkson juga pernah ditunjuk sebagai utusan perdamaian untuk Sudan Selatan oleh Paus Benediktus XVI, hal ini menunjukkan kepercayaan besar Vatikan terhadap diplomasi dan kepemimpinannya.
Lewat pengalaman panjang dalam struktur Kuria Roma, latar belakang akademik yang kuat, dan komitmennya pada isu-isu kemanusiaan dan sosial, Kardinal Peter Turkson dinilai sebagai salah satu kandidat potensial yang merepresentasikan masa depan Gereja Katolik yang lebih inklusif dan global, terutama di tengah pertumbuhan pesat populasi Katolik di Benua Afrika, demikian dikutip dari Catholic Hierarchy.
Baca juga: Hamas sampaikan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus
Baca juga: Inilah para calon pemimpin Gereja Katolik setelah Paus Fransiskus
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025