Perpusnas tetapkan lima naskah baru Ingatan Kolektif Nasional 2025

3 hours ago 2
Sejarah hanya bisa hidup melalui pelestarian dan pendayagunaan yang optimal terhadap sumber-sumbernya

Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI menetapkan lima naskah baru sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025 yang merupakan bagian dari upaya untuk mengarusutamakan naskah nusantara sebagai sumber pengetahuan, jati diri, dan ingatan kolektif bangsa.

Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, menegaskan pengarusutamaan naskah berarti menempatkan manuskrip dan nilai-nilai di dalamnya sebagai bagian utama kebudayaan dan pembangunan nasional.

"Melalui program ini, naskah dan kandungannya harus ditempatkan sebagai arus utama, tidak lagi menjadi isu yang termarjinalkan," ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan program pengarusutamaan naskah nusantara sangat bergantung pada dukungan ekosistem pernaskahan yang kuat, kebijakan anggaran yang memadai, serta keberpihakan negara terhadap kemajuan literasi dan kebudayaan.

"Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sejarah hanya bisa hidup melalui pelestarian dan pendayagunaan yang optimal terhadap sumber-sumbernya," katanya.

Baca juga: Perpusnas sebut baru 24 persen naskah kuno yang berhasil dilestarikan

Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas Suharyanto menjelaskan, proses penetapan naskah IKON dilakukan melalui seleksi usulan dari para ahli.

"Dewan pakar menilai setiap naskah berdasarkan tiga aspek utama, yaitu signifikansi sejarah, sosial dan kemasyarakatan, serta komitmen pemilik budaya terhadap pelestarian dan pemanfaatan manuskrip," tuturnya.

Setelah naskah ditetapkan sebagai IKON, Komite Memory of the World (MoW) Indonesia bersama Dewan Pakar akan membahas naskah yang berpotensi diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia.

Lima Naskah yang ditetapkan sebagai (IKON) 2025, pertama yakni Naskah Kulit Kayu: Ingok Perjanjian Kita, diusulkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung serta UPTD Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai.

Naskah beraksara Lampung dari abad ke-17 atau ke-18 itu ditulis di atas kulit kayu dan memuat kisah perjanjian antara manusia, jin, dan makhluk hutan. Isinya merefleksikan nilai-nilai spiritual, kearifan ekologis, dan etika sosial masyarakat Lampung pada masa lampau.

Baca juga: Perpusnas susun Rencana Induk Nasional Pengarusutamaan Naskah Kuno

Kedua, yakni naskah Poerba Ratoe: Catatan Sejarah Masyarakat Labuhan Ratu (1907–1915) yang diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung dengan Arief Sofyan sebagai pemilik naskah. Ditulis dalam bahasa Lampung, naskah tersebut berisi catatan hukum adat, sistem pemerintahan lokal, serta interaksi masyarakat dengan pihak kolonial. Isinya menggambarkan tatanan sosial dan struktur kekuasaan masyarakat Labuhan Ratu pada awal abad ke-20.

Ketiga, Pusparagam Naskah Warisan Skriptorium Pecenongan yang diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi DKI Jakarta. Koleksi berisi 33 naskah berbagai genre, mencakup cerita, syair simbolik, dan teks keagamaan, yang disalin di kawasan Pecenongan, Batavia, pada abad ke-19. Karya ini menggambarkan dinamika literasi masyarakat urban masa kolonial dan peran Pecenongan sebagai pusat penulisan dan pembelajaran.

Naskah keempat, Babad Trunajaya yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten Sumenep. Naskah ini menuturkan sejarah Perang Trunajaya (1674–1680) dari berbagai perspektif, termasuk pandangan rakyat Madura yang memuliakan Trunajaya sebagai pahlawan. Kisahnya mencerminkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan serta perjuangan mempertahankan martabat daerah.

Naskah terakhir, Lontar Tawang Alun yang diajukan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi dengan Wahyu Naga Pratala sebagai pemilik naskah. Naskah lontar ini merupakan warisan kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan.

Isinya memuat catatan sejarah, politik, dan kebudayaan masyarakat pesisir timur Jawa serta nilai-nilai kepemimpinan Prabu Tawang Alun yang legendaris.

Kelima naskah tersebut dinilai memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi yang merekam perjalanan sosial masyarakat di berbagai daerah, sekaligus memperkaya daftar warisan dokumenter nasional yang dilindungi dan dipromosikan melalui program IKON Perpusnas.

Baca juga: Naskah Nusantara perlu diarusutamakan agar tidak tersisihkan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |