Nanning (ANTARA) - Ketika Minister Counsellor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di China Nur Evi Rahmawati memungut kapulaga putih di Pasar Perdagangan Rempah-Rempah Internasional Yulin di Yulin, China selatan, aroma khas rempah-rempah tersebut secara diam-diam mengaitkan sejarah dan realitas.
Produk unggulan Indonesia yang pernah menyusuri Jalur Sutra maritim lewat pelayaran kuno itu kini mengalir masuk ke pasar China yang lebih luas, didorong oleh pembangunan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra serta pembangunan Koridor Perdagangan Darat-Laut Internasional Baru melalui jaringan logistik dan perdagangan yang efisien, sehingga dapat dikonsumsi warga China di seluruh negara tersebut.
Baru-baru ini, Yulin, yang terletak di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, menyambut 15 duta besar dan diplomat dari 10 negara.
Kunjungan ini bertepatan dengan perayaan Tahun Baru Imlek. Para diplomat mengunjungi lokakarya kebudayaan warisan takbenda, pabrik pintar, hingga pasar-pasar lokal demi merasakan vitalitas kota itu dan ikatannya dengan negara asal para diplomat.
"Melihat begitu banyak rempah-rempah Indonesia, rasanya seperti bertemu kembali dengan sahabat lama." Yulin yang dikenal sebagai pusat distribusi rempah-rempah terbesar di China mencatatkan volume perdagangan tahunan mencapai satu juta ton, membuat Nur Evi Rahmawati terkagum-kagum.
Otoritas pasar mengungkapkan bahwa dengan memanfaatkan Koridor Perdagangan Darat-Laut Internasional Baru, Yulin menjadi pintu gerbang signifikan bagi rempah-rempah Indonesia untuk masuk ke kawasan barat China.
Tercatat volume perdagangan terkait menempati posisi penting dalam hubungan perdagangan produk pertanian antara China dan Indonesia.
Nur Evi Rahmawati menambahkan bahwa Indonesia memiliki program "Indonesia Membumbui Dunia" (Indonesia Spices Up the World).
Dia berharap dapat memanfaatkan rantai pemrosesan dan jaringan pasar Yulin yang sudah mapan untuk meningkatkan bentuk perdagangan tradisional antara kedua pihak ke dalam kolaborasi rantai industri yang menyeluruh.
Para diplomat juga mengunjungi Guangxi Yuchai Machinery Group untuk mendapatkan informasi tentang kekuatan produktif berkualitas baru dan eksplorasi pasar luar negeri yang dilakukan perusahaan itu.
Selama bertahun-tahun, mesin-mesin dengan efisiensi termal tinggi yang diproduksi oleh Yuchai telah melayani banyak pelanggan di ASEAN.
Saat ini, perusahaan tersebut sedang mempercepat strategi pemasaran di pasar internasional. Saat Nur Evi Rahmawati mengetahui bahwa pabrik Guangxi Yuchai di Thailand resmi beroperasi baru-baru ini, dia melihat peluang untuk berkolaborasi.
"Transformasi energi baru di Indonesia sangat membutuhkan dukungan teknologi semacam ini, terutama di bidang pengembangan mineral dan penyediaan listrik untuk pulau-pulau," tutur diplomat Indonesia itu.
Liu Xinghai, kepala insinyur teknis di divisi penelitian dan pengembangan (litbang) Yuchai, menjelaskan bahwa perusahaan itu bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk mengembangkan sistem tenaga energi baru yang cocok untuk iklim tropis, yang sangat sejalan dengan perencanaan industri hijau yang sedang didorong oleh pemerintah Indonesia.

Selain kerja sama industri, pertukaran budaya juga menjadi sorotan penting dari kunjungan ini. Pada hari Festival Cap Go Meh, para diplomat mengunjungi desa-desa tradisional di Yulin yang memadukan keindahan klasik dan modernitas.
Mereka juga menjelajahi kawasan perkotaan yang ramai, merasakan adat istiadat dan suasana Tahun Baru Imlek di China.
Selama berlangsungnya kunjungan itu, para diplomat menunjukkan ketertarikan besar terhadap keunggulan geografis dan budaya takbenda Yulin. Mereka berharap dapat makin memperdalam kerja sama di masa depan.
Di Desa Pengdong, dengan bimbingan perajin, Nur Evi Rahmawati meneteskan cat ke dalam air, menggoyangkan kipas kertas dengan lembut, sehingga sebuah lukisan kipas bertema "pemandangan gunung air emas" pun mulai terurai, memikat pujian dari para tamu yang hadir.
Di jalanan di pusat kota Yulin, pertunjukan hiburan nasional, tarian naga dan barongsai, serta opera-opera lokal dipentaskan secara bergantian. Nur Evi Rahmawati terus melambaikan tangan kepada warga setempat dan menerima sebuah lampion berbentuk ikan dari seorang gadis lokal.
Terletak di Guangxi tenggara, Yulin merupakan kota penting yang menghubungkan Kawasan Teluk Besar Guangdong-Hong Kong-Makau dengan Zona Ekonomi Teluk Beibu.
Kota itu terkenal dengan industri mesin pembakaran dalam dan produk keramik sehari-hari, serta merupakan rumah bagi banyak perantau Tionghoa yang kembali ke China.

Nur Evi Rahmawati mengungkapkan melalui pepatah China yang berbunyi "api unggun menyala lebih terang jika banyak orang mengumpulkan batang kayu bersama," menggambarkan prospek cerah bagi kerja sama China-Indonesia di masa depan.
"Bersatu dan bekerja sama, kekuatan kita tak terbatas. Kami berharap dapat menyaksikan perkembangan kolaborasi yang kuat antara Indonesia dan Yulin, di mana kedua pihak memiliki potensi luar biasa yang dapat dimanfaatkan," ujarnya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2025