Jakarta (ANTARA) - Sebuah survei yang dilakukan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) menunjukkan bahwa pengemudi ojek online (ojol) lebih suka potongan 20 persen untuk promo dan insentif, daripada 10 persen tanpa manfaat bagi mereka.
"Secara umum, pengemudi ternyata tidak semata-mata menolak potongan komisi 20 persen. Justru mayoritas mereka memahami bahwa komisi itu akan kembali lagi kepada mereka dalam bentuk promo pelanggan, insentif, maupun manfaat tambahan lainnya," kata Managing Director PPPI Ahmad Khoirul Umam dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.
Ahmad menyebut teknik pengumpulan data survei dilakukan secara daring melalui jaringan internal Gojek, dengan pengawasan ketat dari tim peneliti PPPI.
Hasil survei mengungkapkan sebanyak 81 persen pengemudi menilai bahwa stabilitas pendapatan bersih harian lebih penting dibandingkan pendapatan bersih per order.
Baca juga: CfDS UGM menyoroti dampak algoritma terhadap mitra pengemudi ojol
Selain itu, 77,8 persen mitra pengemudi yang didominasi oleh pengemudi yang lama bergabung menjadi mitra di atas 5 tahun dan memiliki waktu jam online diatas 8 jam per hari, juga mengaku mengetahui alasan aplikator menetapkan potongan komisi 20 persen, yaitu untuk untuk promo pelanggan, insentif bagi mitra, biaya pemeliharaan aplikasi Gojek, dan manfaat tambahan lainnya seperti diskon perawatan kendaraan, sembako, paket data, dan lain-lain.
Survei itu juga menyoroti pemahaman mitra pengemudi terkait pentingnya promo pelanggan bagi keberlanjutan pendapatan mereka. Sebanyak 72,9 persen pengemudi menyatakan bahwa promo sangat penting untuk menunjang penghasilan, terutama di kalangan pengemudi yang memiliki jam online aplikasi di atas 8 jam per hari.
Dengan pemahaman tersebut, mayoritas responden sebesar 60,8 persen lebih memilih potongan komisi 20 persen daripada potongan komisi 10 persen tanpa adanya promo, insentif, atau manfaat tambahan bagi mitra pengemudi.
Hanya 39,2 persen yang menyatakan lebih memilih potongan 10 persen tanpa fasilitas tersebut.
Baca juga: Kementerian ESDM bantah isu larangan ojol pakai Pertalite
Di sisi lain Peneliti PPPI Annisa Rizkiayu Leofianti menambahkan bahwa industri transportasi online kini telah menjadi katalisator penting bagi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
Oleh karenanya, ekosistemnya harus dikelola dengan cara yang memastikan keberlanjutan bisnis sekaligus keadilan bagi para pengemudi.
“Memang mayoritas mitra pengemudi, sebesar 77,8 persen, terutama yang sudah lama bergabung dan memiliki jam online per harinya tinggi, sudah memahami fungsi dan peruntukan potongan komisi tersebut. Tapi masih ada sekitar 22,2 persen yang mengaku tidak tahu,” ujar Annisa.
Survei dilakukan pada persepsi mitra pengemudi ojol terhadap aspek pendapatan, promo dan potongan komisi. Survei dengan purposive sampling ini dilaksanakan pada 23–26 September 2025 dengan melibatkan 1.623 mitra pengemudi Gojek yang berstatus aktif, tersebar di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, serta memiliki jam online minimal 4 jam per hari.
Sejak pertama kali hadir pada 2010, industri transportasi online berkembang pesat dan kini melibatkan sekitar 4–5 juta mitra pengemudi.
Studi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2023 mencatat bahwa pada 2022 industri ini menyumbang Rp382,62 triliun atau setara 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: Indonesia perlu tiru Malaysia dan Singapura soal regulasi perlindungan ojol
Baca juga: Hoaks! Ojol dilarang mengisi BBM pertalite
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.