Pengamat: Pemisahan pemilu beri ruang politik lokal lebih menonjol

2 months ago 38

Purwokerto (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Ahmad Sabiq, M.A., mengemukakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal dapat memberi ruang lebih luas bagi politik lokal untuk lebih menonjol dan berkembang.

"Selama ini calon anggota DPRD maupun kepala daerah kerap terpinggirkan dalam euforia pemilihan presiden (pilpres) dan pemilu legislatif nasional, seperti DPR dan DPD," kata Sabiq di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Dengan penyelenggaraan pemilu lokal berupa pemilu legislatif DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota dan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara terpisah, Sabiq mengatakan partai politik dan para kandidat di daerah akan lebih fokus mengangkat isu-isu lokal, bukan sekadar menempel pada figur nasional.

Selain itu, publik juga bisa menilai dengan lebih jernih bagaimana koalisi politik bekerja di tingkat lokal, siapa mendukung siapa, serta apa basis programnya.

"Hal ini berpotensi memperkuat akuntabilitas politik di daerah," kata pengampu mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu.

Baca juga: MK: Pemilu yang berdekatan bikin parpol mudah terjebak pragmatisme

Meski demikian, dia mengingatkan terdapat sejumlah tantangan teknis yang perlu diantisipasi, salah satunya pemilih tetap dihadapkan pada banyak surat suara, yakni untuk pemilihan DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, dan bupati/wali kota.

Menurut dia, kompleksitas tersebut dapat meningkatkan potensi kebingungan pemilih.

"Solusinya adalah dengan menyederhanakan desain surat suara, melakukan sosialisasi yang intensif, dan memberikan simulasi pencoblosan," katanya.

Selain itu, pemisahan pemilu nasional dan lokal juga berpotensi menimbulkan persoalan integrasi.

Baca juga: Usai putusan MK, pemerintah-DPR didorong segera revisi UU Pemilu, Pilkada, dan Parpol

Menurut Sabiq, sinkronisasi arah pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah bisa terganggu jika tidak diantisipasi dengan baik.

"Perlu sinkronisasi siklus perencanaan dan anggaran, serta koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang lebih kuat agar arah pembangunan tetap selaras," kata Sabiq.

Berdasarkan Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, pemilu lokal atau daerah diselenggarakan paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan setelah pemilu nasional rampung.

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Jakarta, Kamis (26/6), mengatakan bahwa rampungnya pemilu nasional dapat dihitung dari waktu pelantikan masing-masing jabatan politik yang dipilih dalam pemilu nasional tersebut.

Adapun pemilu nasional ialah pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden, sementara pemilu lokal atau daerah terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.

"Peristiwa pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau pelantikan presiden/wakil presiden dapat diposisikan sebagai akhir dari tahapan pemilu sebelumnya, in casu (dalam hal ini) pemilu anggota DPR, dan anggota DPD, dan presiden/wakil presiden," kata Saldi.

Baca juga: Pemilu lokal dipisah 2029, MK minta DPR-Pemerintah atur masa transisi

Baca juga: MK: Pemilu lokal digelar 2 hingga 2,5 tahun setelah nasional rampung

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |