Ankara (ANTARA) - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada Senin (22/11) meminta maaf secara terbuka atas insiden penembakan massal di Pantai Bondi, Sydney, dan mengumumkan rencana reformasi besar.
Dalam konferensi pers di Gedung Parlemen, Canberra, dia mengatakan pemerintahannya akan bekerja setiap hari untuk melindungi warga Australia.
"Saya merasakan beban tanggung jawab atas kekejaman yang terjadi ketika saya menjabat sebagai perdana menteri. Dan saya minta maaf," kata Albanese kepada wartawan, menurut transkrip yang dipublikasikan di situs resmi perdana menteri.
Dia juga mengumumkan sejumlah usulan legislasi untuk memperkuat perlindungan terhadap kejahatan bermotif kebencian dan aktivitas ekstremis, dengan menekankan pentingnya konsultasi secara intens dengan masyarakat dan parlemen.
Usulan itu mencakup hukuman lebih berat terhadap siapa pun yang berpidato menghasut kekerasan terhadap kelompok tertentu, menyebarkan kebencian, atau mengajak orang merusak properti.
Pemerintah Australia juga mempertimbangkan pencabutan visa individu yang terlibat dalam ujaran kebencian, menampilkan simbol kebencian, atau memiliki keterkaitan dengan kelompok teroris atau organisasi terlarang.
Menurut Albanese, pemerintahannya juga mengkaji kemungkinan merevisi Undang-Undang Kepabeanan untuk melarang masuk materi ekstremis atau simbol kebencian.
Dia menambahkan bahwa para pejabat negara bagian dan teritori juga bekerja sama untuk mengoordinasikan perubahan dalam reformasi undang-undang senjata api.
Pada Minggu, Albanese mengatakan bahwa badan intelijen dan penegak hukum federal Australia akan ditinjau menyusul penembakan massal tersebut, yang menewaskan 15 orang dan melukai 42 lainnya pada 14 Desember.
Peninjauan itu akan rampung pada April dan dipublikasikan.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Albanese: Pelaku penembakan Sydney tampaknya termotivasi ideologi ISIS
Baca juga: Albanese: Tidak ada tempat untuk kekerasan dan kebencian di Australia
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































