Pendistribusian pupuk subsidi tepat sasaran perkuat ketahanan pangan

6 hours ago 1
Akar dari problem yang berkaitan dengan barang subsidi ini umumnya berkaitan dengan data, yakni data penerima

Karawang (ANTARA) - Pupuk subsidi hadir untuk meringankan beban produksi bagi petani dalam menggarap lahan, sekaligus sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian di Tanah Air.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), subsidi diartikan sebagai bantuan uang dan sebagainya kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak pemerintah).

Singkatnya, pengertian subsidi pemerintah dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat. Adapun dana subsidinya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam sektor pertanian, pemerintah mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit untuk subsidi pupuk. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 644 Tahun 2024, pemerintah mengalokasikan pupuk bersubsidi sebesar 9,5 juta ton untuk didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia. Jenis pupuk yang disubsidi itu terdiri atas pupuk urea sebanyak 4,6 juta ton, pupuk NPK sebanyak 4,2 ton, NPK Kakao 147.000 ton, dan pupuk organik sebanyak 500.000 ton.

Total anggaran nilai subsidi pupuk tersebut, sesuai dengan Kepmentan tersebut, mencapai Rp46,8 triliun.

Dikutip dari website resmi Kementerian Pertanian, Jawa Barat berada di urutan ketiga provinsi yang menerima alokasi pupuk subsidi terbesar, mencapai 1,10 juta ton pupuk subsidi atau senilai Rp5,33 triliun. Sedangkan provinsi penerima alokasi pupuk subsidi terbesar pertama ialah Jawa Timur yang mencapai 1,88 juta ton atau senilai Rp8,87 triliun, dan kedua ialah Jawa Tengah sebanyak 1,38 juta ton atau Rp6,74 triliun.

Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mendapat alokasi pupuk terbesar pada tahun ini karena ketiga provinsi tersebut masuk dalam kategori daerah yang memiliki peran strategis sebagai lumbung pangan nasional.

Pupuk subsidi ini diperuntukkan bagi petani di subsektor tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, bawang putih), serta perkebunan (tebu rakyat, kakao, kopi).

Adapun luas lahan satu orang petani yang mendapat alokasi pupuk subsidi maksimal dua hektare, termasuk petani yang tergabung di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau Perhutanan Sosial sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain ketentuan tersebut, kriteria penerima pupuk bersubsidi mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 juga disebutkan, petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi adalah petani yang terdaftar dalam E-RDKK (elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok).

Untuk mendaftar sebagai penerima pupuk subsidi melalui e-RDKK, petani harus sudah bergabung dengan kelompok tani di daerah setempat, menyerahkan data pribadi yang diperlukan seperti fotokopi KTP dan kartu keluarga kepada Ketua Kelompok Tani. Selanjutnya Ketua Kelompok Tani akan menyampaikan data anggota kelompok ke penyuluh pertanian untuk diverifikasi dan diinput dalam sistem e-RDKK.

Dalam beberapa kali kesempatan kunjungan kerja, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa mulai 1 Januari 2025, petani di seluruh Indonesia sudah dapat menebus pupuk subsidi dengan harga terjangkau di kios-kios resmi.

Para petani dapat membeli pupuk subsidi sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, harga pupuk urea Rp2.250 per kilogram, NPK Rp2.300 per kilogram, NPK untuk kakao Rp3.300 per kilogram, dan pupuk organik Rp800 per kilogram.

Dengan subsidi pupuk, diharapkan petani dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas hasil panen. Pupuk bersubsidi bukan sekadar bantuan, tetapi investasi untuk masa depan demi pertanian Indonesia yang lebih kuat dan mandiri. Hal tersebut juga menjadi langkah strategis pemerintah dalam memastikan ketersediaan pangan nasional serta menjaga stabilitas harga pangan di pasar.

Jika dilihat dari ketentuan yang telah diterapkan, seyogyanya penyaluran pupuk bersubsidi bisa tepat sasaran dan seharusnya sudah tidak ada lagi kabar kelangkaan pupuk subsidi yang dialami petani.

Namun kenyataan di lapangan, hampir setiap tahun selalu tersiar kabar mengenai kelangkaan pupuk bersubsidi di daerah tertentu, yang kemudian berjejal informasi tentang pengungkapan kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi oleh pihak kepolisian.

Menjelang akhir tahun lalu, tepatnya pada November 2024, penyalahgunaan pupuk bersubsidi terjadi di wilayah Jawa Barat. Hal itu terungkap setelah Polda Jabar membongkar aksi penimbunan barang subsidi jenis pupuk subsidi, dengan menyita sebanyak 33,973 ton pupuk bersubsidi.

Dalam kasus tersebut, pelaku melakukan aksi penimbunan pupuk sejak awal tahun hingga Oktober 2024. Kemudian pupuk bersubsidi yang ditimbun dijual pada saat petani membutuhkan dengan harga di atas HET.

Penyalahgunaan pupuk bersubsidi juga terungkap oleh Satgas Pangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri di wilayah Kabupaten Tanggerang, Banten.

Para pelaku menggunakan modus pemalsuan data para penerima pupuk bersubsidi, seperti mencantumkan nama petani yang sudah meninggal dunia sebagai penerima pupuk bersubsidi. Kemudian, setelah pupuk didapat, pelaku menjualnya kepada yang bukan berhak, dengan harga di atas rata-rata.

Akibat kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi itu, negara mengalami kerugian hingga mencapai puluhan miliar.

Dengan begitu, meski ketentuan yang cukup ketat diterapkan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi, tetap harus ada pengawasan yang optimal dari berbagai pihak.

Selain dari pihak kepolisian, perlu peran serta petani dan kelompok tani, serta instansi pemerintah dalam melakukan pengawasan pendistribusian pupuk bersubsidi. Hal yang lebih penting, keberadaan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) di setiap daerah harus lebih dirasakan aksinya. Wadah organisasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh gubernur untuk tingkat provinsi, dan untuk bupati/walikota untuk tingkat kabupaten/kota harus bergerak di masa-masa petani membutuhkan pupuk.

Jika semua pihak mengawal ketentuan atau regulasi terkait penyaluran atau pendistribusian pupuk bersubsidi, kejadian penyalahgunaan pupuk bersubsidi tidak hanya berkurang, tapi mungkin bisa hilang, dan pendistribusian pupuk bersubsidi bisa tepat sasaran. Sejurus kemudian, petani bisa fokus melakukan aktivitas produksi tanpa mengkhawatirkan kelangkaan pupuk. ujung-ujungnya produktivitas pangan akan meningkat dan ketahanan pangan akan terwujud.

Baca juga: Pupuk Indonesia sebut alokasi pupuk untuk Banyumas cukupi kebutuhan

Baca juga: Pemprov Lampung mulai rancang RDKK untuk pupuk subsidi ubi kayu

Contoh kasus Karawang

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Karawang menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2024 banyak petani yang tidak menebus pupuk bersubsidi, sehingga pupuk subsidi yang sudah teralokasi tidak semuanya terserap.

Kondisi ini menjadi catatan tersendiri, karena yang namanya barang subsidi itu kuota dan penerimanya sudah jelas. Namun bisa tidak terserap.

Tim Pembina Kabupaten Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang Resmiati mengatakan bahwa alokasi pupuk bersubsidi tahun 2024 itu disalurkan untuk 2.400 kelompok tani dengan luas lahan sawah 101.000 hektare.

Alokasi pupuk subsidi pada tahun lalu tidak terserap semua, sebab cukup banyak petani yang tidak menebus pupuk subsidi. Selain itu, ada juga petani yang hanya menebus pupuk subsidi sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

Jadi alokasi pupuk subsidi yang berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tidak semua digunakan oleh para petani di wilayah Karawang.

Ia menyampaikan bahwa alokasi pupuk subsidi pada tahun 2024 sama dengan tahun 2025 yakni mencapai 88.719 ton yang terdiri atas pupuk urea sebanyak 53.502 ton, NPK 33.855 ton dan pupuk organik 1.362 ton.

Sesuai dengan data yang dimiliki, untuk realisasi penyerapan pupuk subsidi jenis urea mencapai 82 persen dan pupuk NPK 93 persen. Sedangkan untuk pupuk organik sama sekali tidak bisa tersalurkan, karena nama-nama petani penerima pupuk Organik tidak muncul dalam sistem i-Pubers atau aplikasi yang digunakan untuk menebus pupuk bersubsidi secara digital.

Sementara itu, sesuai dengan data Pupuk Indonesia, penyaluran pupuk bersubsidi di Karawang, sampai 31 Desember 2024 realisasinya mencapai 46.165 ton urea dan penyaluran atau penyerapan pupuk NPK sebanyak 30.781 ton.

Baca juga: Mentan pastikan tak ada kelangkaan pupuk subsidi di Karawang

Baca juga: Pupuk Indonesia cek pendistribusian pupuk bersubsidi di Karawang

Perbaikan pola pendistribusian

Selama ini, pendistribusian pupuk bersubsidi kepada para petani nyaris luput dari pengawasan. Bahkan bisa dikatakan kalau pengawasan hanya dilakukan oleh pihak kepolisian dan produsen pupuk yang dikomandoi PT Pupuk Indonesia.

KP3 sebagai wadah organisasi yang bertugas melakukan pengawasan pupuk belum terlalu berperan. Bisa jadi, KP3 hanya organisasi pelengkap dalam pola pendistribusian pupuk bersubsidi yang sudah berjalan selama bertahun-tahun.

Fungsi pengawasan memang sangat diperlukan, karena negara sudah banyak mengeluarkan anggaran untuk subsidi pupuk. Karena itu, keberadaan KP3 di setiap daerah harus dievaluasi.

Selain melakukan evaluasi pengawasan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi, barangkali perlu juga ditinjau ulang mengenai pola atau sistem pendistribusian pupuk bersubsidi.

Hal pertama yang harus ditinjau ulang adalah data.
Akar dari problem yang berkaitan dengan barang subsidi ini umumnya berkaitan dengan data, yakni data penerima. Dalam konteks pupuk subsidi, telah ditetapkan bahwa penerimanya adalah petani yang telah memenuhi kriteria.

Di antara kriteria itu ialah petani yang menggarap maksimal 2 hektare sawah, dan sudah terdaftar dalam E-RDKK (elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok). Ini sudah diatur secara detail dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022.

Dalam ketentuannya sudah jelas bahwa penerima pupuk subsidi adalah petani yang memenuhi kriteria, tetapi tidak ada verifikasi secara faktual mengenai petani penerima pupuk subsidi tersebut.

Verifikasi diperlukan, karena pupuk yang akan diterima oleh petani itu adalah barang subsidi yang pendistribusiannya perlu pengawasan, agar tepat sasaran.

Di beberapa daerah, data petani penerima pupuk subsidi diperoleh dari laporan kelompok tani yang kemudian diolah oleh Dinas Pertanian setempat, tanpa ada verifikasi terlebih dahulu. Artinya, ada potensi areal sawah di atas 2 hektare yang dimiliki oleh satu orang, nama penerimanya yang dilaporkan bisa berbeda-beda.

Atas kondisi itu, verifikasi faktual mengenai petani penerima pupuk bersubsidi harus dilakukan setiap tahun.

Jika verifikasi faktual membutuhkan proses yang lama, dalam pola atau sistem pupuk bersubsidi ini, dasar penerima pupuk bersubsidinya bisa diganti. Bukan berbasis petani, melainkan areal sawah.

Jadi pendataan penerima pupuk bersubsidi ini berdasarkan jumlah areal sawah. Dengan begitu, secara otomatis kuota pupuk bersubsidi di suatu daerah akan terkontrol dengan baik.

Namun, tentu ini perlu kajian lebih mendalam lagi, khususnya instansi yang menangani pertanian dengan instansi yang membidangi pertanahan. Sebab akan berkaitan dengan administrasi kepemilikan areal sawah.

Hal positif jika pupuk bersubsidi berbasis areal sawah diterapkan, akan terungkap pemilik areal sawah yang lebih dari 2 hektare tapi selama ini menjadi penerima pupuk bersubsidi.

Baca juga: Memupuk Ciayumajakuning jadi lumbung padi nasional

Baca juga: IPB sebut gapoktan belum siap jadi penyalur pupuk subsidi

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |