New York, Amerika Serikat (ANTARA) - Di tepi pelabuhan New York, Patung Liberty berdiri tegak menghadap ke arah laut seolah menyambut siapapun yang datang ke Amerika Serikat dengan pesan kebebasan.
Monumen setinggi 93 meter itu berdiri bukan sekadar sebagai ikon Amerika Serikat, melainkan simbol tentang harapan, keadilan, dan kemerdekaan.
Sejak diresmikan pada 1886, patung yang merupakan hadiah persahabatan dari Prancis itu telah menggaungkan pesan bahwa setiap manusia berhak hidup bebas dari penindasan.
Simbol tersebut kini menemukan relevansinya ketika para pemimpin dunia berkumpul di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang juga berlokasi di New York, untuk membicarakan salah satu isu paling krusial, yaitu kemerdekaan Palestina.
Gelombang dukungan internasional
Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tahun itu, yang berlangsung pada 22-30 September dan mengangkat tema Better together: 80 years and more for peace, development and human rights, menjadi panggung bagi suara-suara yang menyerukan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka.
Sejumlah negara, mulai dari Inggris, Belgia, Kanada, Australia, Prancis, Malta, Belgia, Andora, Monako, hingga Portugal, secara terbuka menyatakan pengakuan mereka terhadap keberadaan negara Palestina.
Gelombang pengakuan ini memperlihatkan adanya pergeseran geopolitik. Negara-negara seperti di Eropa Barat, yang sebelumnya lebih berhati-hati dalam menentukan sikap, kini ikut mendorong ke arah solusi konkret bagi Palestina.
Hal ini sejalan dengan semakin kuatnya kesadaran global bahwa konflik panjang Palestina - Israel tidak bisa dibiarkan tanpa arah penyelesaian.
Namun, dukungan ini juga masih menghadapi hambatan besar, khususnya dalam mewujudkan perdamaian yang benar-benar kokoh di kawasan Timur Tengah.
Peran PBB
Sejak berdiri pada 1945, PBB mengemban mandat untuk menjaga perdamaian dunia. Isu Palestina telah menjadi salah satu ujian paling nyata atas efektivitas organisasi internasional ini.
Upaya demi upaya telah dilakukan, mulai dari seruan penghentian permukiman ilegal hingga pengakuan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Namun, kenyataan di lapangan sering kali jauh dari harapan. Veto di Dewan Keamanan PBB, terutama dari negara-negara besar yang memiliki kepentingan geopolitik, kerap menghambat upaya mencapai konsensus global.
Meskipun demikian, Majelis Sidang Umum PBB tetap menjadi panggung penting bagi negara-negara untuk menegaskan sikap moral mereka.
Dalam konteks inilah, simbol Patung Liberty kembali relevan. Kebebasan tidak boleh hanya menjadi retorika, melainkan harus diwujudkan nyata, termasuk bagi rakyat Palestina.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.