Membangun kepercayaan publik lewat kinerja tim percepatan

1 hour ago 2

Mataram (ANTARA) - Tim Percepatan Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja dibentuk oleh pemerintah provinsi, dengan mandat besar, yakni mempercepat pencapaian visi pembangunan, mengurai simpul masalah kemiskinan ekstrem, memperkuat ketahanan pangan, serta mendorong desa berdaya.

Di atas kertas, keberadaan tim ini tampak menjanjikan, namun di balik gagasan tersebut, muncul pertanyaan mendasar, seberapa profesionalkah komposisi tim ini, dan mampukah ia menjawab tantangan nyata yang dihadapi masyarakat NTB?

Tim ini beranggotakan 15 orang dengan latar belakang akademisi, birokrat, hingga praktisi. Nama-nama itu, antara lain Dr. Adhar Hakim sebagai koordinator, Prof Ir Dahlanuddin, dan Prof Dr Sitti Hilyana menegaskan nuansa akademis, sekaligus teknokratis.

Pemerintah daerah menegaskan bahwa tim ini bukan sekadar “staf khusus berlabel baru”, melainkan motor analisis kebijakan serta penghubung antara visi kepala daerah dengan eksekusi organisasi perangkat daerah (OPD).

Misi utama yang diemban cukup jelas, untuk menekan angka kemiskinan ekstrem, menjaga ketahanan pangan, dan mempercepat transformasi desa mandiri. Dalam konteks NTB, target ini memang relevan.

Kemiskinan masih berada di angka dua digit, harga pangan sering berfluktuasi liar, dan sebagian desa masih jauh tertinggal. Karena itu, seberapa jauh tim percepatan mampu mengubah skema besar itu menjadi langkah nyata? Jawaban tersebut sangat bergantung pada konsistensi kerja, transparansi anggaran, dan kemampuan menjalin sinergi dengan mesin birokrasi.

Di banyak daerah, tim serupa kerap dipandang sebagai “tangan kanan politik” kepala daerah. Jika NTB tidak mampu menjaga jarak antara kepentingan politik dan profesionalisme, maka risiko publik kehilangan kepercayaan sangat besar. Sebaliknya, jika tim ini benar-benar bekerja berbasis data, ia bisa menjadi jembatan antara kebijakan strategis dan kebutuhan rakyat.

Profesionalisme

Sejak awal, Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mengingatkan pentingnya profesionalisme. Kritik itu berangkat dari pengalaman bahwa di berbagai daerah, tim percepatan pernah berakhir sebagai wadah politik yang minim kontribusi.

Bahkan, di tubuh Tim Percepatan NTB, ada beberapa nama yang dikaitkan dengan tim sukses politik. Jika penunjukan lebih dipengaruhi faktor kedekatan dibanding kapasitas, potensi bias kebijakan hampir tak terhindarkan.

Meskipun demikian, keterlibatan akademisi senior dan mantan birokrat membawa secercah optimisme. Pengalaman riset dan pengelolaan birokrasi dapat memperkuat fondasi kebijakan berbasis data.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |