Patroli drone Israel resahkan warga pedesaan di Lebanon selatan

1 month ago 16

Beirut (ANTARA) - Kicauan burung di pagi hari yang biasa terdengar di desa-desa di Lebanon selatan kini mulai tenggelam, tertutup oleh dengungan drone Israel yang berisik dan tak henti-hentinya menggema di udara.

Di Mays El Jabal, Hassan Nasser, seorang warga yang sudah lama menetap di daerah itu, berdiri di balkon rumahnya yang berdinding batu, sambil menatap ladang tembakau yang membentang di sekitar rumahnya. Sementara itu, bayangan sebuah drone melayang di atas kepalanya. "Kami terbangun karena suara drone. Rasanya langit bukan lagi milik kami," ujarnya kepada Xinhua, seraya mendongak mencari sumber suara tersebut.

"Anak-anak saya khususnya menjadi sangat terdampak. Saat drone terbang rendah di atas rumah kami, rasanya seperti kami sedang disorot," ujarnya.

Dari jalan setapak Houla yang dinaungi pohon ara hingga ladang gandum Majidiyeh, dengungan mekanis suara drone telah mengubah ritme harian warga. Para petani menggarap ladang dengan leher menjulur ke atas. Anak-anak berhenti bermain lantaran dengungan yang terdengar kian keras. Bahkan, kumandang azan dari masjid-masjid desa pun tenggelam oleh suara drone.

Beberapa drone menyiarkan pesan audio melalui pengeras suara, mendesak warga agar tidak menghalangi atap atau membiarkan jendela terbuka. Drone lain menyebarkan selebaran yang berisi peringatan atau kritik terhadap Hizbullah.

Sumber-sumber keamanan Lebanon melaporkan peningkatan lebih dari 40 persen dalam penerbangan drone Israel di wilayah selatan dan timur Lebanon sejak Januari. Beberapa drone bahkan mencapai ibu kota Lebanon, Beirut, jauh melampaui zona perbatasan rawan konflik.

Drone-drone tersebut melanggar perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah yang dicapai pada November 2024, dan melanggar Resolusi PBB 1701. Namun, bagi warga desa

"Kegelisahan yang dirasakan setiap hari ini menimbulkan ketegangan bagi semua orang," kata Sawsan Hijazi, mahasiswa berusia 22 tahun asal Houla, yang berhenti sejenak di bawah pohon ara saat melihat sebuah bintik hitam melintas di langit.

"Kami merasa tak berdaya. Kami tak bisa bersembunyi dari mereka," katanya.

"Ini bukan hanya soal ketakutan ... Ini soal rasa sedang diawasi, seolah-olah pikiran Anda pun bukan milik Anda pribadi," tutur perempuan itu.

Di Majidiyeh, seorang petani berusia 60 tahun bernama Jihad Shehadeh bersandar di cangkulnya. Keringat bercucuran di bawah bayang-bayang drone yang terus berputar-putar selama lebih dari satu jam di atas ladangnya. "Kebisingan itu sendiri menimbulkan stres dan ketidaknyamanan Sulit berkonsentrasi. Beberapa pekerja bahkan pulang lebih awal."

Lebih jauh di pedalaman Nabatieh, Hanadi Nasrallah mengaku dirinya terpaksa mengarang cerita untuk kelima anaknya.

"Mereka mendengar dengungan itu dan menjadi ketakutan. Mereka pikir akan ada hal buruk terjadi," ujar wanita tersebut kepada Xinhua di dapur rumahnya, sementara putri bungsunya berpegangan erat pada kakinya.

"Saya terpaksa mengatakan bahwa benda itu cuma mainan besar di langit. Tapi mereka tidak yakin," katanya.

Psikolog Juliette Al-Qadi, yang berdomisili di Tyre, memperingatkan soal dampak tersembunyi dari patroli drone. Anak-anak yang terpapar kebisingan drone pengawas dalam jangka waktu lama sering menunjukkan gejala kecemasan, insomnia, dan kewaspadaan berlebihan. Ini adalah bentuk trauma dari ketakutan akan ancaman yang tidak terlihat namun terus-menerus muncul.

Saat senja membayangi perbukitan Mays El Jabal, Nasser keluar untuk menyiram tanamannya di bawah suara dengungan mesin drone yang makin bising.

"Kami sudah belajar untuk terus beradaptasi," katanya lirih, sambil membersihkan debu dari pot tanaman geranium miliknya.

"Meski demikian, langit sudah tidak lagi sama," lanjutnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |