Jakarta (ANTARA) - Paling tidak, ada beberapa alasan, mengapa panen raya disebut memberi berkah kehidupan bagi petani.
Pertama, panen raya padi yang memberi berkah bagi petani berarti bahwa hasil panen padi sangat melimpah, sehingga petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik.
Kedua, panen raya padi yang memberi berkah bagi petani juga berarti bahwa kualitas padi yang dihasilkan sangat baik, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar dan memberikan nilai tambah bagi petani.
Ketiga, pendapatan petani meningkat, sehingga mereka dapat memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan kemampuan ekonomi mereka.
Keempat, petani dapat mencapai kemandirian ekonomi, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada bantuan dari pihak lain.
Kelima, kesejahteraan petani meningkat, sehingga mereka dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera.
Keenam, usaha tani dapat berkembang, sehingga petani dapat memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas usaha tani mereka. Ketujuh, swadaya petani meningkat, sehingga mereka dapat memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup mereka.
Dengan demikian, panen raya padi yang memberi berkah bagi petani memiliki arti yang sangat luas dan mendalam, tidak sekadar hasil panen yang melimpah, tetapi juga kualitas hidup yang lebih baik dan kemandirian ekonomi yang lebih kuat.
Faktanya, di benak petani, panen raya merupakan momentum untuk mengubah nasib. Saat panen raya inilah, segudang impian petani untuk tampil sebagai "penikmat pembangunan" ingin diwujudkan.
Petani ingin merasakan bagaimana nikmatnya hidup di alam pembangunan. Petani sudah bosan hidup di dera kemiskinan. Petani ingin mengenyam indahnya kehidupan. Panen raya merupakan harapan yang didambakannya.
Hal ini penting dicermati, karena sebelum Pemerintah meluncurkan kebijakan "satu harga" gabah kering panen, petani selalu mengeluhkan soal anjloknya harga gabah di saat panen.
Petani sangat kecewa, mengapa Pemerintah tidak cepat bertindak untuk mengamankan harga gabah di petani agar betul-betul sesuai dengan kerja keras para petani sekitar 100 hari. Turunnya harga gabah saat panen tiba, sepertinya sudah menjadi masalah klasik yang biasa dirasakan petani.
Namun begitu, dengan adanya terobosan positif dari Pemerintahan Presiden Prabowo, penyakit lama soal melorotnya harga gabah waktu panen raya, kini tak perlu terjadi lagi.
Petani tidak perlu lagi risau karena anjloknya harga gabah. Petani tidak perlu lagi takut kepada oknum-oknum yang doyan menekan harga gabah agar selalu rendah.
Dengan diputuskannya kebijakan satu harga gabah, Pemerintah menjamin akan membeli gabah petani, minimal pada harga yang ditetapkan Pemerintah, yakni Rp 6500 per kg.
Kebijakan Pemerintah seperti inilah yang dinantikan petani. Petani berpandangan jaminan seperti ini, mestinya sejak lama sudah ditetapkan Pemerintah.
Ini menarik, mengingat selain jaminan harga gabah yang ditetapkan Pemerintah merupakan wujud nyata keberpihakan Pemerintah, ternyata hal ini pun akan memacu petani untuk semakin bergairah dalam meningkatkan produksi padi setinggi-tingginya menuju terwujudnya swasembada beras.
Keberpihakan pada Petani
Sebetulnya bila Pemerintah benar-benar ingin melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap petani, maka sejak reformasi terjadi, langkah penetapan satu harga gabah ini sudah bisa digarap.
Sayang, hal itu kerap ditempuh sebagai wacana semata sebagaimana lebih sering menjadikan kesejahteraan petani sebagai wacana saja. Padahal, semua tahu persis, soal harga gabah kering panen di tingkat petani merupakan faktor penentu peningkatan kualitas kehidupan petani di tanah air ini.
Di sisi lain, pemikiran kalau produksi beras dapat ditingkatkan setinggi-tingginya, maka kesejahteraan petani bakal semakin membaik, ternyata tidak sepenuhnya benar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat naiknya produksi padi secara signifikan, tidak serta merta membuat petani sejahtera. Justru yang menjadi fakta kehidupan di lapangan adalah "produksi beras meningkat, namun kesejahteraan petaninya jalan di tempat".
Setelah dikaji lebih dalam, ternyata kesejahteraan petani itu, tidak melulu diukur oleh produksi yang meningkat, tapi banyak faktor lain yang ikut menentukannya.
Salah satunya adalah faktor harga jual gabah di tingkat petani. Sekalipun produksi beras petani berlimpah namun harga gabahnya anjlok, dapat dipastikan keinginan untuk menyejahterakan kehidupan petani di negeri ini, sama saja dengan mengecat langit. Atau kalau meminjam istilah Presiden Prabowo, hanya sebatas omon-omon.
Itu sebabnya, menjadi hal yang wajar, jika Presiden Prabowo tidak mau terjebak sendiri dengan istilah omon-omonnya itu.
Dirinya ingin melahirkan era baru dalam penerapan kebijakan HPP Gabah. Sebagai Presiden NKRI yang tergolong cukup lama "bergaul" dengan petani, Prabowo tahu betul apa sebetulnya kebijakan Pemerintah yang perlu diterapkan agar petani bisa menjadi penikmat pembangunan. Sebagai warga negara yang sama dengan yang lain, Prabowo ingin petani di negeri ini tampil sebagai bagian sukses pembangunan.
Ketika terpilih menjadi Presiden NKRI, Prabowo sempat masih tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Sebagai aktivis petani, Prabowo pasti memiliki niat tulus untuk mewujudkan kehidupan petani yang sejahtera. Prabowo tidak ingin menyaksikan petani terus-terusan terpinggirkan dari pentas pembangunan. Justru petani seharus yang harus hadir selaku lakon utama dalam mengarungi pembangunan.
Untuk itu, menjadi cukup beralasan, jika menghadapi panen raya padi kali ini, Pemerintah membuat terobosan cerdas dalam sisi regulasi terkait dengan kebijakan HPP Gabah. Pemerintah ingin HPP Gabah yang ditetapkan Pemerintah tidak hanya sebatas gugur kewajiban.
Tapi, HPP Gabah yang dipatok pada angka Rp6500 ini, benar-benar dapat membebaskan petani dari penderitaan hidup yang dialaminya. Itu sebabnya, kebijakan satu harga gabah diharapkan mampu melindungi petani dari para oknum yang doyan memarginalkan kehidupan petani.
Panen raya padi dengan menerapkan satu harga gabah, betul-betul sebuah terobosan cerdas untuk menyejahterakan petani.
Pemerintah ingin agar petani bisa merasakan dengan nyata, apa sesungguhnya yang dimaksud keberpihakan negara terhadap petani.
Bangsa ini tentu akan malu hati kalau menjelang 80 tahun Indonesia merdeka, ternyata kaum tani di tanah air ini masih belum sepenuhnya sejahtera.
Semoga panen raya padi kali ini akan mampu memberi berkah bagi kehidupan petani beserta keluarganya.
*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.
Copyright © ANTARA 2025