Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan bahwa terdapat tiga arah strategi utama yang dilakukan untuk memperkuat industri reasuransi Indonesia yaitu peningkatan kapasitas domestik, menarik premi luar negeri, serta menahan aliran premi keluar negeri.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menyoroti tingginya transfer risiko asuransi ke reasuradur luar negeri.
“Penutupan asuransi keluar dari Indonesia cukup besar (aliran premi asuransi yang ditempatkan ke reasuradur luar negeri), sehingga defisit current account kita itu cukup besar dan meningkat terus,” kata Ogi dalam acara Indonesia Re International Conference (IIC) 2025 di Jakarta, dikutip Rabu.
Pada 2024, sebanyak 40,20 persen premi terkait reasuransi ditransfer keluar negeri, termasuk premi asuransi langsung yang diserahkan ke reasuradur asing.
Kondisi ini turut mendorong defisit neraca transaksi berjalan sektor reasuransi sebesar Rp12,10 triliun pada 2024, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini mencerminkan yang dihadapi tantangan reasuransi nasional dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya, terutama untuk menangani pertanggungan berskala kompleks.
Ogi mengatakan bahwa penguatan industri reasuransi nasional harus dibarengi dengan dukungan permodalan yang memadai.
Salah satu strategi yang dipertimbangkan adalah membuka ruang kolaborasi dengan reasuradur global tanpa menggeser porsi bisnis yang sudah ditangani oleh reasuradur domestik.
Sebagai bagian dari transformasi, Ogi menyampaikan bahwa penguatan permodalan industri asuransi dan reasuransi juga terus didorong sebagaimana tertuang dalam POJK No. 23 Tahun 2023.
Berdasarkan data hingga Mei 2025, 88,89 persen perusahaan reasuransi telah memenuhi ketentuan minimum ekuitas tahap pertama sebesar Rp500 miliar (reasuransi konvensional) dan Rp200 miliar (reasuransi syariah) yang harus dipenuhi paling lambat 2026.
Untuk tahap kedua pada 2028, tercatat 44,44 persen perusahaan reasuransi yang memenuhi kategori Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE 1) dengan ekuitas minimum Rp1 triliun untuk konvensional dan Rp400 miliar untuk syariah.
Kemudian sisanya sebesar 11,11 persen perusahaan reasuransi yang telah memenuhi kategori KPPE 2 dengan syarat minimum ekuitas sebesar Rp2 triliun untuk konvensional dan Rp1 triliun untuk syariah.
“Kalau kita lihat perusahaan asuransi di negara-negara lain, modal disetornya memang rendah, tapi ekuitasnya sudah sangat besar, jauh lebih besar dari perusahaan asuransi Indonesia. Itu karena memang pembukaan perusahaan asuransi baru relatif jarang atau tidak ada, tapi yang sudah ada bertumbuh dengan besar. Karena itu, kita akan meningkatkan (syarat permodalan) itu secara bertahap,” kata Ogi.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar perusahaan asuransi dan reasuransi telah menyampaikan rencana bisnis untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum secara bertahap.
Sejauh ini, menurut Ogi, pemenuhan syarat permodalan masih on track sebagaimana yang direncanakan, dengan waktu mendekati tenggat menuju pemenuhan tahap pertama pada 2026.
Proses ini akan terus dimonitor secara konsisten guna memastikan kesiapan industri menghadapi ketentuan ekuitas minimum.
Baca juga: LPS: Penjaminan polis hanya cakup asuransi komersial berunsur proteksi
Baca juga: OJK dorong konsorsium asuransi beri perlindungan di industri pindar
Baca juga: OJK: Program penjaminan polis akan mencakup mekanisme resolusi
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.