Jakarta (ANTARA) - Majelis Hukama Muslimin (MHM) menggelar bedah buku terjemahan karya Grand Syekh Al Azhar Imam Akbar Ahmed Al Tayeb bertajuk "Siapakah Ahlussunah Waljamaah", dalam gelaran Islamic Book Fair (IBF) 2025, di Jakarta, Kamis.
Hadir sebagai narasumber Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU Abdullah Aniq Nawawi, Perwakilan MHM pusat Dr Omar Obaedat, dan pengurus MHM kantor cabang Indonesia Nasywa Shihab.
"Bagian pertama buku ini membahas definisi Ahlussunnah wal Jamaah. Sementara bagian kedua mengupas ciri khas dan karakter utamanya," ujar Abdullah Aniq membuka diskusi.
Pria yang akrab disapa Gus Aniq ini menekankan pentingnya memahami siapa sebenarnya Ahlussunnah wal Jamaah. Ia mengutip hadis Nabi Muhammad saw. tentang perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan, namun hanya satu yang selamat.
"Nabi tak pernah menyebut istilah Ahlussunnah wal Jamaah. Istilah ini muncul kemudian untuk menjelaskan siapa golongan yang mengikuti ajaran Nabi dan sahabatnya, kelompok jamaah, serta mayoritas umat (as-sawad al-a’dham)," kata dia.
Baca juga: Quraish Shihab tekankan pentingnya peran pemuka agama bimbing umat
Menurutnya, kegelisahan Grand Syekh Al Azhar terhadap kelompok-kelompok yang mengklaim sebagai Ahlussunnah namun menyebarkan permusuhan menjadi latar belakang penulisan buku ini.
"Grand Syekh ingin meneguhkan bahwa identitas utama seorang Muslim adalah cinta damai. Buku ini juga merujuk pada literatur klasik yang menjadi kurikulum di Al Azhar, seperti Jawharat al-Tauhid," kata dia.
Lebih lanjut, Gus Aniq menjelaskan bahwa dalam buku tersebut Grand Syekh Al Azhar menyebut dua kelompok besar sebagai representasi Ahlussunnah wal Jamaah, yakni Asy’ariyah dan Maturidiyah.
"Sebagian ulama menambahkan kelompok Ahlul Hadis dan Ahli Tasawuf. Bahkan dalam Al-Farqu Bainal Firaq, Al-Baghdadi menyebut delapan kelompok. Tapi mayoritas ulama sepakat pada Asy’ariyah dan Maturidiyah," ujarnya.
Selain menjelaskan siapa yang termasuk Ahlussunnah, buku ini juga menyoroti karakter utama kelompok Asy’ariyah dan Maturidiyah. Menurut Gus Aniq, karakter Asy’ariyah sebagai bagian dari Aswaja, antara lain menggabungkan akal dan nash (naql) dalam memahami agama.
Baca juga: Grand Syekh Al Azhar dan ulama tolak upaya pemindahan warga Palestina
Baca juga: MHM: Dokumen Persaudaraan wakili tonggak sejarah dialog antaragama
"Metode ini bukan mazhab baru, tapi warisan salafus shalih. Bahkan sahabat Nabi pun melakukan takwil dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat," katanya.
Gus Aniq juga mengutip wasiat Imam Asy’ari menjelang wafat yang menyatakan tak mengkafirkan siapa pun yang shalat menghadap kiblat.
"Ini mencerminkan cinta damai sebagai inti dari Ahlussunnah wal Jamaah," kata dia.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.