Jakarta (ANTARA) - Dalam berbagai sumber, disebutkan bahwa keterampilan abad 21 yang wajib dimiliki oleh para pembelajar antara lain critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), dan creativity (kreativitas) atau populer disebut sebagai 4C.
Konsep ini berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), alih-alih menghafal, sebagaimana capaian pembelajaran konvensional. Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 mengupayakan agar keterampilan tersebut dimiliki oleh segenap generasi penerus menjadi hal yang tidak dapat ditawar.
Urgensi asesmen akademik terstandar
Transformasi pembelajaran yang mengharuskan pembelajar lebih dari sekadar menghafal ini mengharuskan sistem pendidikan kita untuk berevolusi, terutama dalam cara kita menilai apa yang sesungguhnya dipelajari oleh peserta didik.
Keterampilan pembelajar abad 21 ini bukanlah sekadar ekstensi atau aksesoris semata, melainkan “jantung” dari kesuksesan seseorang di era digital dan global ini. Namun, masalah kemudian muncul ketika kita membandingkan sifat dinamis dan kontekstual dari 4C dengan stigma terhadap asesmen akademik terstandar.
Ketika membahas kesiapan Indonesia untuk bersaing di kancah global, maka mempersiapkan kompetensi lulusan dengan kompetensi mutakhir sangatlah diperlukan. Keterampilan abad ke-21 (4C misalnya) dan asesmen kerap kali diikuti oleh kesalahpahaman bahwa kita harus menolak semua bentuk standarisasi.
Asumsinya adalah, kreativitas atau kolaborasi itu terlalu subjektif untuk dinilai secara standar. Padahal, pengajaran yang berorientasi pada kompetensi abad 21 dan asesmen terstandar yang adil merupakan upaya efektif untuk mewujudkan SDM Indonesia berdaya saing global.
Asesmen akademik yang objektif, terstandar, dan berkeadilan yang berorientasi pada beberapa kompetensi di atas menjadi menemukan urgensinya.
Tanpa standar pengukuran yang seragam, nilai rapor dari satu murid yang berfokus pada hafalan misalnya, akan sulit dibandingkan, bahkan cenderung bisa menyesatkan, jika disejajarkan dengan nilai dari murid lain yang telah mengintegrasikan asesmen berbasis proyek untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan kolaborasi. Kondisi saat ini, kebergantungan pada rapor dan asesmen internal bervariasi antarsekolah.
Baca juga: Kemendikdasmen gelar tes kemampuan akademik bagi 700 siswa di Sorong
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.