Jakarta (ANTARA) - Meta dilaporkan oleh sekelompok whistleblower atau saksi pelapor dengan dugaan pembatasan riset dan penelitian terkait dengan risiko keamanan virtual reality (VR) yang dikembangkan perusahaan kepada anak-anak dan remaja.
Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post seperti dilaporkan oleh The Verge pada Senin (8/9).
Saksi pelapor itu terdiri atas empat staf Meta baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, mereka mengajukan laporan setelah seorang whistleblower sebelumnya, Frances Haugen, membocorkan riset internal kepada Kongres AS.
Setelah itu perusahaan tersebut meminta pengacaranya untuk menyaring dan terkadang memveto riset tentang VR dan keselamatan remaja.
Para whistleblower baru ini diwakili oleh lembaga nirlaba hukum Whistleblower Aid, yang juga bekerja sama dengan Haugen.
Baca juga: Threads kini bisa lampirkan konten teks hingga 10.000 karakter
Dalam sebuah pernyataan, Juru Bicara Meta Dani Lever mengatakan tuduhan tim hukum tersebut mengesampingkan penelitian dan hanya didasarkan pada beberapa contoh yang akhirnya digabungkan agar sesuai dengan narasi yang telah ditentukan sebelumnya dan salah.
"Pada kenyataannya, sejak awal 2022, Meta telah menyetujui hampir 180 studi terkait Reality Labs tentang isu-isu sosial, termasuk keselamatan dan kesejahteraan remaja," demikian pernyataan Lever.
Lever mengatakan penelitian Meta telah menghasilkan "pembaruan produk yang signifikan" termasuk alat pengawasan orang tua, dan bahwa perangkat VR-nya dibuat untuk orang berusia di atas 13 tahun.
Laporan para whistleblower tersebut diperkirakan akan menjadi sorotan utama dalam sidang Komite Kehakiman Senat AS pada hari Selasa yang bertajuk "Bahaya Tersembunyi: Menelaah Tuduhan Whistleblower bahwa Meta Mengubur Riset Keselamatan Anak."
Tiga anggota Partai Republik di komite tersebut telah meminta informasi lebih lanjut kepada Meta mengenai perlindungan bagi anak-anak dan remaja melalui platform virtual Horizon Worlds.
Meta tidak hanya mengalami gugatan terkait keamanan VR, sebelumnya Pada Senin (8/9), mantan kepala keamanan WhatsApp yang dimiliki oleh Meta, mengajukan gugatan hukum yang menuduh perusahaan tersebut mengabaikan masalah privasi dan keamanan yang diduga membahayakan informasi pengguna, lapor The New York Times.
Juru bicara WhatsApp Carl Woog, menyebut gugatan tersebut "seperti buku pedoman yang sudah umum di mana seorang mantan karyawan dipecat karena kinerja yang buruk, lalu mempublikasikan klaim yang menyesatkan yang menggambarkan kerja keras tim kami yang terus-menerus."
Baca juga: Aplikasi Instagram untuk iPad sudah dirilis
Baca juga: Singapura perintahkan Meta perangi scam penyamaran Identitas pejabat
Baca juga: Meta diwartakan mempertimbangkan untuk memakai model AI milik pesaing
Penerjemah: Livia Kristianti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.