Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam seminar internasional 70 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu memperingatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) harus dibatasi oleh etika dan nilai kemanusiaan.
"Kemajuan teknologi tanpa dasar moral hanya akan melahirkan bentuk penindasan baru," kata Presiden Ke-5 RI itu di hadapan delegasi dari 32 negara dikutip dari keterangan tertulis diterima di Jakarta.
Megawati menilai dunia saat ini sedang bergerak cepat secara teknologi namun kehilangan arah secara moral.
Menurutnya, AI, big data, dan sistem digital lintas batas membawa peluang besar, tetapi juga risiko dominasi baru ketika teknologi tidak diimbangi dengan tanggung jawab kemanusiaan.
"Kita menyaksikan bagaimana teknologi mampu menembus batas negara, tetapi sekaligus mengikis batas nurani. Karena itu, AI harus diatur bukan hanya oleh hukum, tetapi juga oleh moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya.
Menurut laporan World Economic Forum 2025, lebih dari 60 persen pemimpin dunia mengakui belum ada konsensus global tentang etika AI, termasuk batas penggunaan data dan tanggung jawab atas keputusan algoritma.
Hal itu menimbulkan risiko besar seperti diskriminasi digital, penyalahgunaan informasi hingga manipulasi sosial dan politik berbasis data.
Megawati menawarkan Pancasila sebagai kerangka etik universal yang mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan.
"Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial. Prinsip itu penting diterapkan dalam dunia digital yang cenderung menuhankan efisiensi," tuturnya.
Ia menekankan bahwa kemajuan teknologi tidak boleh menjauhkan manusia dari tanggung jawab sosialnya.
"Kita membutuhkan keberanian moral seperti yang pernah ditunjukkan Bung Karno. Dunia memerlukan kepemimpinan yang bukan hanya visioner, tetapi juga berperikemanusiaan," ucap Megawati.
Pidato Megawati menempatkan Indonesia dalam posisi sebagai pengusung etika global di era AI. Dengan populasi digital yang besar dan fondasi nilai kemanusiaan yang kuat, Indonesia disebut berpotensi menjadi jembatan antara kemajuan teknologi dan moralitas global.
Menurut data ITU 2025, Indonesia termasuk 10 besar negara dengan pertumbuhan AI tercepat di dunia. Namun, belum memiliki kerangka hukum dan etika nasional yang komprehensif untuk AI.
Hal tersebut merupakan tantangan yang disebut Megawati sebagai "panggilan moral baru" bagi bangsa-bangsa Selatan Dunia (Global South).
Megawati menegaskan yang dibutuhkan dunia saat ini bukan hanya negara superpower, tetapi super-moral power atau kepemimpinan yang mampu menuntun arah teknologi dengan nilai kemanusiaan.
"Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban. Mari kita bangun dunia yang tidak diatur oleh algoritma tanpa hati nurani, tetapi oleh nilai-nilai yang memuliakan kehidupan," ucap Megawati.
Baca juga: Megawati ziarah ke makam Bung Karno dan buka seminar 70 tahun KAA
Baca juga: Megawati serukan bangun dunia baru berkeadilan dengan Pancasila
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































